Dalam postingan kali ini saya ingin mengangkat hal yang lebih serius dari biasanya. Dilandasi ‘kegelisahan’ saya ketika membaca beberapa artikel blog sahabat dan beberapa forum yang mengangkat topik  tentang hal-hal yang berkaitan dengan keberagaman agama. Topik-topik yang diangkat disana begitu menarik, informatif dan bahkan inspiratif. Tapi yang membuat saya gelisah adalah hampir dari semua renponse terhadap topik yang membahas tentang agama ini ko’ cenderung mengarah pada tindakan rasis, yang justru membuat topik itu menjadi ajang ‘pertengkaran’ bahkan saling menghina antar etnis atau penganut (agama) satu sama lain. Harusnya kan ini dijadikan sebagai tempat bertukar pikiran atau berdiskusi, agar kita sebagai masyarakat yang hidup di negara yang memang penuh dengan perbedaan (etnis dan agama) ini bisa lebih saling mengerti dan saling menghargai satu sama lain.

Memang sih dalam satu tempat atau kesempatan pasti akan ada saja pihak yang memanfaatkan situasi untuk berusaha mem-provokasi keadaan, tapi tidak seharusnya juga kita menyikapinya secara frontal, karena itu justru akan menambah keruh situasi. Oke saya juga mengerti, siapa sih yang tidak sakit hati jika agamanya dihina oleh pihak lain?, jangankan anda, saya juga pasti akan berang ketika agama saya dihina, karena secara tidak langsung itu merupakan penghinaan terhadap saya sendiri. Nah jika itu terjadi pada kita, apakah kekerasan (secara verbal atau fisik) itu adalah satu-satunya cara menyelesaikan masalah?, tentunya tidak kan?, pasti ada cara yang lebih baik daripada sekedar ‘gontok-gontokan’.
Yup!!!, sepenggal kalimat pada judul postingan ini adalah merupakan judul lagu dari sebuah Grup Band Amerika beraliran Progressive Metal yang biasa dipanggil Dream Theater (1985). Lagu “The Spirit Carries On” ditulis oleh Jhon Petrucci (Guitar) dibantu oleh Kevin James LaBrie (Vocal), John Myung (Bass), Jordan Rudess (Keyboard) dan Mike Arie Portnoy (Drum).


Apa sih pentingnya lagu ini?, mungkin sebagian besar orang akan bertanya seperti itu. Baiklah, saya mau sedikit curhat disini. Saya yakin hampir setiap pribadi memiliki penilaian khusus tehadap salahsatu dari sekian banyak macam lagu. Penilaiannya sendiri bisa bermacam-macam, mulai dari terinspirasi oleh isi, Skill, instrumen, gaya bermusik atau performence dari lagu itu sendiri. It’s oke...itu adalah hak menilai masing-masing pribadi.

“The Spirit Carrien On” cukup berpengaruh terhadap diri saya, kenapa?, karena ini adalah salahsatu lagu  yang selalu ‘menemani’ ketika saya merasa ‘lelah’ saat dihadapkan pada banyak persoalan. Setelah mendengar lagu ini, biasanya saya mendapat sesuatu yang dapat membakar kembali semangat saya, mungkin karena isi lagu ini yang bercerita tentang semangat dan dibalut karakter musik  dengan suasana yang (bagi saya) sangat apik . Terasa berlebihan?, mungkin saja, tapi bagaimanapun kita harus tahu bagaimana cara menyemangati diri sendiri, dan inilah salahsatu cara saya.

Ken, demikianlah anak laki-laki berusia 21 tahun itu biasa dipanggil. Dihari selasa sore ini tepatnya pukul 16:00 (Waktu Internal Bandung), dia punya janji dengan seorang sahabatnya untuk main Futsal. Wah, sudah Pukul 15:15 rupanya, padahal Ken sedang asyik-asyiknya main Playstation. Saat Ken melirik jam dinding yang berada tepat sisi kiri atas kepalanya...“Bussett dahh...!!!” diapun terperanjat sembari melempar JoyStick yang dipegangnya.

“Sepatu mana sepatu?!...Kunci mana kunci?!...Helm mana helm?!...Celana mana celana (Padahal celana bolanya sudah dia pakai sejak tadi)...” begitulah kira-kira gambaran kepanikan Ken. Setelah semua perlengkapan dirasa siap, diapun langsung meluncur menuju lapangan dengan motornya, tanpa lupa membawa dompet yang berisi beberapa lembar uang sepuluh ribuan dan surat-surat kendaraan tentunya.

Dengan kecepatan yang 20 Kilometer/ Jam lebih cepat dari bisanya, dia menempuh perjalanan yang biasanya memakan waktu setengah jam untuk bisa sampai ke tujuan. Yang ada di pikirannya adalah Pom Bensin, karena bensin di motornya tinggal sedikit. Dan gumamnya dalam hati “Jangan telat...jangan telat...!!!”. Drrrrrrtt ... drrrrrrt ... drrrrrt ... HP di saku celananya terasa bergetar, tapi...”Ah bodo ah!!!” dia tidak mempedulikan HP-nya, walaupun terasa begitu geli pada pangkal pahanya.

Sampailah dia pada satu persimpangan yang agak macet, maklum waktu itu jalanan sangat ramai kendaraan. Setelah berhasil melewati pertigaan itu, sampailah dia di depan komplek pertokoan, dan...”Aaaaaargh sialan!!!, macet parrahhh...!!!” kata-kata indah mulai berhamburan dari mulutnya, sayangnya hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri :D. Karena tidak sabar dengan situasi itu, salip kanan salip kiripun ia lakukan. Dan akhirnya dia bisa lolos dari kemacetan parah itu.
Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan salahsatu sahabat sewaktu sekolah dulu. Kami bernostalgia tentang hobi bermusik kami waktu itu. Kami membicarakan tentang Gitar yang sempat kami gunakan dulu. Dan saya tidak mau kehilangan cerita ini lagi, makanya saya coba cerita disini ah hehe...

Gambar: Epiphone.Com

Gitar yang saya gunakan dulu adalah Epiphone Les Paul Custom. "Si Epi" ini benar-banar membuat saya ‘jatuh cinta pada pandangan pertama’. Tampilannya yang merupakan adaptasi dari disain Gibson Les Paul ini saya nilai begitu original dan berkarakter sangat kuat, sehingga begitu iconik untuk sebuah disain gitar. Epiphone sendiri merupakan Sebuah Produsen Alat Musik yang dibeli oleh Gibson Guitar Corporation pada tahun 1957. Dan sekarang menjadi anak perusahaan dari Gibson Guitar Corporation itu sendiri.

Dari segi handling, Gitar ini cukup nyaman digunakan, walaupun bebannya cukup berat (buat saya :P). Konstuksi Neck yang tebal dan Frets yang cembung  sangat nyaman untuk tangan dan jemari saya, sehingga tangan tidak mudah merasa lelah walaupun harus bermain dalam waktu yang cukup lama. Sebenarnya khusus untuk Konstruksi ini sangat  tergantung pada selera dan cara bermain sang Gitaris.

Gambar: Arra
Berangkat dari kegelisahan terhadap diri saya sendiri dan orang-orang sekitar yang merasa begitu nyaman dengan tindakan copy-paste ini, mendorong saya untuk mengangkatnya pada postingan saya kali ini. Sebenarnya sudah saya bahas secara sekilas pada postingan saya sebelumnya yang berjudul Catatan Saat Malas beberapa waktu lalu, dan sekarang saya ingin membahasnya kembali secara lebih dalam disini.

Jujur, saya adalah salahsatu dari sebagian besar orang yang pernah melakukan tindakan copy-paste dalam mengerjakan tugas, dan saya akui cara yang satu ini memang cara yang paling menyenangkan. Banyak alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ini, mulai dari alasan menghemat waktu, menghemat tenaga, karena teralu banyak tugas, malas mencatat dan berfikir, dan yang paling parah adalah ikut-ikutan, toh yang lain juga copy-paste ... kompaknya salah posisi rupanya :D

Sekarang Internet sudah bukan ‘barang baru’ lagi, karena kini sudah banyak fasilitas atau gadget-gadget yang memudahkan masyarakat untuk meng-akses Internet. Ini merupakan hal yang sangat positif karena dengan begitu masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Tapi disisi lain, ternyata kehadiran internet juga berperan besar terhadap semakin meningkatnya budaya copy-paste ditengah masyarakat, khususnya dikalangan pelajar.