Berpemikiran Bebas

Terkadang sisi lain dari pemikiran saya bertanya, kenapa harus ada norma?, kenapa harus ada aturan?, kenapa harus ada tata krama?, kenapa harus ada batasan-batasan, untuk mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran kita?. 

Saya sangat mengerti jika norma dan aturan itu diterapkan dengan tujuan agar nilai positif dalam hubungan sosial antara manusia tetap terjaga. Terlebih bagi kita yang menganut budaya ketimuran, dimana aturan dan tata krama merupakan satu hal yang sangat sensitif dan sangat kental dengan kesantunan dalam bertindak. 

Tapi terkadang norma dan aturan yang diterapkan untuk menjaga hubungan sosial antar manusia itu juga membatasi kebebasan berpikir manusia secara individu, sehingga merekapun tidak berani berpikir menembus batas norma yang telah diterpkan. Akibatnya mereka hanya mengikuti alur pemikiran yang sudah ada.

Maksud saya begini lho, menurut saya pada dasarnya pemikiran manusia itu bebas dan tak terbatas. Seringkali apa yang kita pikirkan itu terdengar gila dan bahkan terdengar tidak bermoral bila kita ungkapkan. Contohnya saat kita menengok seorang teman yang terkapar di rumah sakit, teman kita itu menderita penyakit berat yang membuat dirinya terlihat sangat menderita, dipungkiri atau tidak dalam hati kita akan terbersit pemikiran “lebih baik Tuhan segera mengambil nyawanya, agar penderitaannya segera berakhir”.

Juga saat kita berhadapan dengan Guru Killer misalnya. Tak jarang kita berpikir “Pengin banget deh gue colok kedua matanya!”, atau saat kita melihat pacar atau isteri teman yang menurut kita berparas jelek banget, maka akan terbersit pemikiran ingin mentertawakannya. Terus terang saya sering mengalami hal itu, dan saya yakin kebanyakan orang pernah mempunyai pemikiran semacam itu, walau banyak juga yang tidak mau mengakuinya. 

Begitupun dalam mengekspresikan ‘pemikiran khusus’ kita. Terkadang kita ragu atau bahkan tidak berani merealisasikannya karena ‘memandang’ norma yang berlaku di sekitar. Itu memang bukan sesuatu yang salah, tapi dari ‘pemikiran khusus’ tersebut bisa saja menghasilkan hal original yang mungkin saja dapat berdampak baik untuk dirinya sendiri, sekitar, atau bahkan bagi peradaban. 

Coba kita ambil contoh dari seorang Leonardo Da Vinci dengan tindakannya membedah mayat demi memenuhi rasa ingin tahunya tentang struktur tubuh manusia yang sebenarnya. Padahal menurut norma/aturan yang berlaku pada masa itu, membedah mayat merupakan tindakan yang sangat dilarang dan dianggap  sebagai kejahatan berat. Tapi ternyata dengan tindakannya itu, justru menghasilkan ilmu pengetahuan baru dan menjadi pelopor ilmu pengetahuan modern tentang struktur tubuh manusia sekarang ini. Dalam hal ini mohon untuk dicermati dengan bijak.

Dan bagi saya, membatasi diri dengan norma adalah bentuk kesadaran diri sebagai mahluk sosial, sedangkan membebaskan pemikiran itu adalah bentuk kejujuran pada diri sendiri.

   

34 komentar:

  1. artikel yang sangat menarik untuk dibaca sobat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip. Hanya orang yang sudah baca yang menganggap artikel ini menarik :D

      Hapus
    2. hehehhe. ou gitu ya gan, tapi orang yang berkomentar artikel menarik belum tentu membacanya loh. hehehe, bisa aja asal koment. ahahhahaha. pis ah..

      Hapus
    3. Cerita Anak Kost: Haha...kayak yang gak ngerti aja Abangku yang satu ini :D

      Hapus
  2. kajian dan penjelasan yang mantap dari kang arra ...nice posting (salam kenal kang)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal...My name is Rudy Arra. Terima kasih Mas Bocah :)

      Hapus
  3. artikel menarik nice posting dan salam kenal mang...

    manusia menciptakan norma termasuk juga agama memang untuk menjaga hubungan antar manusia. namun ketika batas batas wilayah makin tak jelas, kita tak bisa berfikir terlalu idealis dengan apa yang kita yakini. buatku orang fanatik sama dengan orang yang menjaga kebodohan.
    di jaman ini, fanatik hanya boleh kita terapkan ke diri sendiri. saat bertemu orang lain, kita harus mikir kalo mereka juga punya fanatisme yang mungkin berbeda. itulah sebabnya kenapa di blog aku tulis disclaimer, bila anda tersesat dalamaliran sesat rawinisme harap tinggalkan segala isme dan hanya menggunakan kacamata yang humanis.
    cape ngadepin orang yang susah menerima mulut comberanku...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Plis deh Mas, gak usah nyindir segala lagi, k'sian...hahaha...:D

      Banyak yang 'terjebak' dalam kekangan idealismenya sendiri, sehingga dia tidak bisa menerima hal-hal yang dianggap tak se-alur dengan apa yang dikehendakinya. Itu hanya akan membuatnya memandang satu persoalan hanya dari satu sisi saja, tanpa mempedulikan sumbangan pemikiran dari pihak lain. Padahal akan ada banyak jalan menuju Mekkah, itulah kenapa kita lebih baik membuka dan membebaskan pemikiran kita.

      Dan yang pasti saya suka dengan mulut comberanmu itu Mas. Lebih suka dengan orang yang blak-blakan daripada yang nggeremet di atinya. Asem!

      Hapus
    2. plis deh gausah nyindir gitu. udah tau aku jarang mandi, masih diteriakin asem segala. :D

      fanatisme yang berlebihan juga bikin ga nyaman bukan cuma untuk yang bersebrangan. yang sebenarnya satu aliran pun kadang merasa jengah juga. contohnya ketika ada front yang selalu mengatasnamakan agama untuk perbuatan arogannya. terus terang itu membuat beberapa orang menjadi malu untuk mengakui keberagamaannya. termasuk aku...

      beneran nice post, kang...
      mohon ijin untuk repost tema ini ya...

      Hapus
    3. Dari comberan sampai asem akhirnya ternyata orang jarang mandi.....

      # nice posting juga ahhh

      Hapus
    4. Mas Rawins: Dan akhirnya dia pun ngaku sendri :D

      Saya yakin niat mereka adalah demi kebaikan, tapi yang saya sesalka itu adalah cara yang mereka yang mereka pergunakan, sehingga sehingga niat mereka yang baik itu justru tertutupi oleh 'cara buruk' mereka itu. Celakanya mereka adalah pihak yang berada di garis depan, sehingga merekalah yang sering tampil, dan mau tidak mau image mereka itu telah dianggap sebagai image umat secara keseluruhan. Akhirnya orang-orang seperti kitalah yang merasa malu.

      Makasi Mas. Silahkan jika Mas Rawins berkenan :)

      Mbak Ririe: Haha, biarkan dunia tau semua tentang kami Mbak :D

      Hapus
  4. biar bebas tapi terbatas...hehe
    nice share sob

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mas, seenggaknya itu jauh lebih baik daripada terbatas tanpa kebebasan hehe...

      Hapus
  5. ya satu sisi sie emang ada baiknya norma itu, sisi lain memang norma itu terlalu membatasi. untuk kasus yang mendingan di mati kan saja orang itu, mungkin itu ada benarnya juga, saya pun berpikiran demikian. namun, tidak semua yang bertentangan dengan norma itu baik, banyak justru yang jelek seperti contohnya pelajar yang tawuran kali ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bila membahas tentang tawuran pelajar seperti yang sedang ramai sekarang ini, menurut saya itu adalah salahsatu bentuk pemikiran yang sempit bahkan terkekang oleh idealisme turun temurun diantara murid di sekolah tersebut. Anak yang tadinya tidak tahu apa-apa, dipaksa untuk menelan mentah-mentah idealisme turun-temurun itu. Semacam "Katanya dia musuh gue...ya sekarang dia musuh gue!!!", begitu. Maka karena si anak tidak mempunyai kebebasan berpikir, diapun dengan mudah diapun terjebak dalam paham satu alur.

      Itulah kenapa saya menulis "Dalam hal ini mohon untuk dicermati dengan bijak" pada akhir tulisan.

      Hapus
  6. Seseorang harus punya pemikiran luas dalam memandang kehidupan. Sebuah nilai yang turun temurun tersebut harus juga bisa disikapi berbagai sisi. Seperti kata Muhammad Izza di bukunya "Dunia tanpa sekolah" bahwa orang-orang menganggap bahwa anak yang tidak ingin sekolah tapi ingin belajar adalah sebuah lelucon sedangkan anak yang sekolah tapi tidak mau belajar adalah hal yang biasa.
    Mungkin nilai itulah yang salah satunya harus diubah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, demikianlah maksud saya. Paradigma seperti itulah yang harus kita kaji dengan kebebasan pemikiran kita. :)

      Hapus
  7. Fanatisme tak jarang melahirkan tindakan anarkisme karena 'isme'nya di anggap paling benar. Ketika 'isme' bergabung dengan fanatik....tolok ukurnya menjadi "pokok'nya, apalgi jika digabung dengan menggunakan kaca mata kuda sehingga tdk bisa melihat kanan dan kiri lagi..

    Berpemikiran yang bebas sehingga mampu 'ternyata' membawa discovery yg bermanfaat bagi kemanusiaan mgk itulah yg disebut kecerdasan yg kreatif.

    NAh jika justru menjadikan paradoks yg anarkis..bisa di sbt kecerdasan yg liar.

    #waduhh, kok jd mbulet...kabur dulu ah, nyuciii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya dalam hal ini terlalu banyak pihak yang hanya ikut-ikutan saja Mbak, terlanjur mengunci pemahaman 'isme' dalam otak meraka yang sempit. Kalau sudah begitu mana ada lagi tempat untuk pilihan dan pertimbangan. Dan saya sangat setuju dengan ungkapan "kecerdasan yang liar" :)

      #Hehe...semangat ya Mbak nyucinya, tapi jangan lupa sama masak airnya tuh, entar kelupaan terus gosong deh :D

      Hapus
    2. #JAdii maluu, ketahuan deh jika suka 'telat' matiin kompor klo ngrebus air

      Hapus
  8. pada dasarnya sih, kita diberikan kebebasan untuk berpikir, dan mengeksplorasi pemikiran kita, kan kelebihan manusia itu....punya akal, jadi yaaa mesti kita gunakan, tapi yg jelas, mengeksplorasi pemikiran juga butuh bentengnya, kalo kaga, nanti malah kita terlalu mengagung agungkan pemikiran kita sendiri...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maka dari itu, kita perlu sadar diri jika kita adalah mahluk sosial yang punya norma, dan kita juga perlu menyadari jika kita mempunyai akal yang senantiasa harus dipergunakan dalam lingkungan sosial. :)

      Hapus
    2. Cerdas kata2 rumah buku iqro..

      Hapus
    3. mantap kata2 nya Rumah Buku Iqro, ane setuju :)

      Hapus
  9. Cerdas sosial dan jujur dalam prilaku, kedua hal itu penting dan harus pandai menempatkannya.

    BalasHapus
  10. Kunjungan perdana, salam kenal..

    kecerdasan sosial memang sangat penting, sehingga kita bisa hidup berdampingan meski karakter kita berbeda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga Bang,

      itulah arti dari hubungan sosial. :)

      Hapus
  11. saya pun kadang berfikiran, ini kalo atasan tengil ditampar kayaknya asik banget. atau andai kita bebas sebebas ngomong, berperilaku dan sebagainya. yah, saya berfikir, kayaknya nanti bakalan sama kayak di hutan dong.

    indahnya itu, norma agama-susila-sopan santun, yang given ditu, kita junjung tinggi. lalu norma hukum tidak berat sebelah. pasti bakalan damai tenteram dunia ini. apalagi pemimpinnya adil, wah, indah banget. sayangnya tidak ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mas, yang pasti semua harus sinergi. Untuk mencipakan lingkungan yang baik, tentunya kita tidak bisa hanya baik sendiri.

      Hapus