"Kok makin kurusan?" pertanyaan itulah yang kerap aku terima akhir-akhir ini, terutama ketika aku bertemu dengan kawan-kawanku di Bandung sana. Kalau berbicara soal perkurusan, sepertinya kondisi ini mulai menimpaku semenjak aku usia SD, soalnya bila melihat foto-foto masa kecilku sebelum masuk sekolah, aku tampak montok gilak, bahkan katanya saat itu aku dijuluki "Pentil Buta" (artinya tanya aja sama Mamang) Malahan kata Ibu, saat aku masih ditimbang di Posyandu, aku selalu mendapat nilai 10 di KMS (Kartu Menuju Sehat), itu artinya catatan status giziku termasuk yang paling keren.

Saat melihat foto-fotoku ketika sudah masuk Sekolah Dasar, tubuhku tampak sudah mulai nyusut, entah kenapa, padahal katanya pola makanku tidak terganggu, aku termasuk anak yang lahap makan, mungkin karena sekolah, karena semenjak SD aku sudah lumayan aktif dalam kegiatan-kegiatan sekolah terutama bidang olahraga.
Mohon koreksinya bila aku salah.

Tapi, sebagai seseorang yang tidak ingin 'gila hormat' dalam menulis, aku masih saja belum dapat benar-benar memahami tentang apa yang disebut dengan 'kualitas' sebuah tulisan. Sebenarnya apa sih kriterianya agar sebuah tulisan dapat digolongkan sebagai tulisan yang berkualitas secara keselurhan? Makanya aku pribadi sih lebih ingin menyikapi sebuah tulisan itu dengan menyebutnya 'menarik' dan 'tidak menarik' (bagiku), karena dengan begitu aku mengambil penilaian dari cara berpikirku, seleraku dan kebutuhanku secara pribadi, tidak memberi penilaian secara keseluruhan dengan menyebutnya 'berkualitas' dan 'tidak berkualitas', karena tulisan yang nemarik bagi orang lain, belum tentu menarik bagiku, begitu juga sebaliknya. Sekali lagi, ini adalah menyangkut kebutuhan masing-masing pribadi.

Dalam mencari bahan bacaan untuk mengisi waktu senggang, biasanya aku mencari tulisan yang renyah-renyah saja, yang tidak mengintimidasi otak dan tidak terlalu panjang. Otakku memang tak terlalu akur dengan tulisan yang terlalu panjang, apalagi bertele-tele. Makanya punyaku pendek. Maksudnya tulisan-tulisanku.

Kebiasaanku yang sangat jarang mengecek ulang uang kembalian usai bertransaksi, membuatku kerap pendapatkan uang lusuh dari uang kembalian itu. Beberapa kali uang lusuh tersebut aku dapatkan dari pom bensin, warung kecil, warteg, dan dari abang parkir pun pernah. Bahkan dari beberapa tempat tersebut, aku pernah mendapatkan uang yang kondisinya sudah sobek total tanpa ada potongan sobekannya. Untungnya nominal uang lusuh yang aku dapatkan tersebut biasanya tak terlalu besar, hanya berkisar diantara uang seribuan sampai lima ribuan. Tapi gimanapun juga tetep aja dongkol.

Miris juga sih, sepertinya tidak sedikit uang lusuh lain yang beredar ditengah masyarakat kita. Celakanya, kebanyakan uang lusuh tengah beredar dikalangan masyarakat kecil, yang pastinya sekecil apapun nominal uang akan dirasa sangat bernilai, sedangkan belum tentu uang lusuh pake banget tersebut bisa ditransaksikan kembali. 

Mohon maaf, kepada kawan-kawan yang tidak mengerti bahasa sunda, anda boleh skip tulisanku kali ini. Terima kasih.

Sampurasuun!!! Asa tos lami teu nyerat dina basa sunda. Derrr ah, mang!

"Acuk bedug" nyaeta basa sejen tina "Baju Lebaran". Biasana istilah heuheureuyan ieu sok dipake ku kuring jeung babaturan jang ngaheureuyan jalma sejen anu meuli atawa make baju lebaran. Contona "Adeuuuh, aya anu tos meser acuk bedug..." atawa "Wah jigana anu dipake ayeuna teh acuk bedug yeuh...?" Muehehehe.

Lamun nyinggung soal baju lebaran, pasti moal bisa leupas ti budak leutik atawa ingetan urang wanci keur leutik, soalna jang barudak leutikmah meuli baju lebaran teh jiga nu geus jadi kawajiban, da asa piraku oge babaturan na nu lain marake baju anyar ari manehna henteu mah, asa ngenes pisan, sanajan teu saeutik anu geus dewasa oge anu sok pipilueun rariweuh lamun geus nyangkut kana perkara ieuteh. Kadang lamun dipikir deui ku kuringmah, sok asa teungteuingeun.

Sayup-sayup terdengar adzan awal mengalun lembut memecah keheningan dini hari. Jemariku pun terhenti dari tariannya diatas tombol-tombol QWERTY. Haaahhh...rasanya aku ingin menghela napas. Alhamdulillah, untuk kesekian harinya mataku melek dengan mulus hingga waktu sahur tiba. 

Sebenarnya aku memang sudah terbiasa begadang kayak gini. Dulu, waktu masih tinggal di Bandung, aku sering menghabiskan waktu malam hingga subuh hanya untuk bermain game dengan kawan-kawan, maklum lah dulu aku memang gamer agak sejati. Dan kini, kebiasaan begadangku terulang lagi disini, bedanya sekarang aku begadang dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas. Ini menyangkut tanggung jawab. Dan bagaimanapun semua itu patut aku syukuri.

Hahhh...aku anggap tulisan ini adalah sebagai "pencuci mulut" setelah menelan habis waktu malam ini. Mau bobok kayaknya tanggung banget, soalnya aroma sayur asem Ibu udah menghantam bulu hidungku. Ah nanti aja tidurnya selepas shalat subuh. 

Dan yang pasti aku harus siap-siap, karena pagi hari nanti aku akan bertemu lagi sama Vampire ganteng di cermin kamar mandi. Muehehe.

Ya sudah, selamat makan sahur bagi yang menjalankannya. :-)
Wolfram Alpha

Bagi para pengguna facebook, sepertinya salah satu layanan dari Wolfram Alpha ini bisa jadi cukup menarik, karena menyediakan analisis data pengguna facebook dengan data statistik yang cukup lengkap. Aku saja yang sangat jarang menggunakan facebook cukup tertarik untuk mencobanya.

"Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian" -Pramoedya Ananta Toer-

Ya, hampir dua bulan tidak menulis sesuatu disini, rasanya aku sudah kehilangan salah satu mimpiku. Memang terdengar agak berlebihan sih, tapi aku yakin, untuk seseorang yang sudah terbiasa mecurahkan pemikiran dan berinteraksi lewat tulisan, pasti akan berpikir sama denganku. Yaah setidaknya dengan tidak menulis dalam jangka waktu yang cukup lama, pasti akan merasa ada kebiasaan baik yang hilang. 

Seperti dalam istilah dunia kewirausahaan "Mengkaji tanpa aksi" sama saja membelenggu pencapaian / kesuksesan (dalam usaha.) Begitu juga aku rasakan dalam dunia tulisan, hanya membaca tanpa berkarya (menghasilkan sebuah tulisan,) sama saja dengan tumpukan ilmu yang hanya jadi "sampah" di otak.  

Oke, mungkin aku adalah salah satu dari jutaan orang yang masih dalam tahap belajar untuk menjadi seorang Penulis seutuhnya. Yang masih memelihara keluh seperti "Sebenarnya ide sudah ada, tapi aku terlalu sibuk untuk menulis" atau "Sebenarnya aku ingin menulis, tapi bingung mau nulis apa.

#Yaelahh, bro!

Dan...atas nama rindu tulisan, aku membuat rangkaian kata berbau keluhan. Dan atas nama rindu kalian, aku membuat sapaan tanpa nama. 

Salam. :)