Saya tidak tahu pasti kapan pertama kali ibu saya membawa saya ke jalan raya. Entah itu waktu Ibu akan membawa saya ke bidan, entah itu waktu Ibu akan belanja ke pasar, entah itu waktu ibu akan berkunjung ke rumah nenek, entahlah. Dan saya juga tidak tahu waktu itu Ibu menggunakan kendaraan apa, entah memakai Mobil, Ojek, Andong, Becak, atau malah dengan jalan kaki?!, sudahlah, saya benar-benar tidak tahu. Tapi saya yakin yang pasti bukan waktu Ibu hendak menjual saya dengan memakai Baling-baling bambu.

Kadang saya sendiri suka merasa aneh, kenapa kok saya berpikir sampai kesana, mungkin karena jalanan sudah menjadi salahsatu hal yang paling berkesan. Sekarang, jalan raya sudah benar-benar menjadi ‘bagian’ dari jalan hidup saya, bukan karena saya ini seorang Sopir Angkot, Tukang ojek, pekerja proyek pembangunan jalan atau seorang POLANTAS, tapi karena beberapa hal yang paling manis, paling absurd dan paling menyakitkan dalam hidup saya terjadi di jalan raya.

Awalnya saya tidak terlalu banyak berurusan dengan jalan raya. Dulu yang namanya jalan raya hanya saya anggap sebagai salahsatu unsur penting dari peradaban modern, yang berfungsi sebagai tempat mondar-mandirnya kendaraan, udah segitu aja, tidak ada yang istimewa. Tapi semua itu berubah ketika saya untuk pertama kalinya punya motor sendiri.

Gambar: Google
Seseorang yang menjadi favorit saya untuk dijadikan lawan ngobrol adalah Ua ('Ua' merupakan panggilan untuk kakaknya Orang Tua dalam bahasa sunda). Saat ngobrol dengan saya, gaya bicara, bahasa yang digunakan, suasana cair yang diciptakannya selalu Ia sesuaikan dengan orang seumuran saya, sehingga saya tidak pernah merasa bosan dan tetap merasa nyaman ngobrol dengannya, sampai-sampai tanpa disadari saya bisa ngobrol berjam-jam dengannya, walaupun dengan topik pembicaraan yang cukup 'berat'. Selain itu, selalu saja ada hal baik yang bisa saya ambil dari setiap kata-katanya. Anyway, He's a cool old man :D.

Seperti saat saya terakhir kali mengunjungi rumahnya beberapa waktu lalu untuk bersilaturahmi. Seperti biasa kami ngobrol ngalor-ngidul  dengan semangat, maklum sudah hampir satu tahun saya berkunjung kerumahnya. Dalam kesempatan itu juga saya manfaatkan buat curhat soal rencana-rencana saya kedepan.

Ada satu cerita Ua yang membuat saya tertarik waktu itu. Ia bercerita tentang kisah perjalanan hidup seseorang yang Ia sebut sebagai Pak Haji. Jadi kurang lebih begini ceritanya:

Ketika aku masih tak punya apa-apa, ketika aku masih tak punya kuasa, ketika aku masih tak punya tenaga, kasih sayang orang lainlah yang membuatku bisa tetap bertahan.

Ketika aku masih disuapin makanan lembek bergizi tinggi, ketika aku masih punya senyum manis walau tanpa gigi, ketika aku masih dicebokin Orang Tua tanpa Ia merasa jijik, aku masih bisa tetap bertahan dengan kasih sayang mereka walau aku belum mengerti apa-apa.

Ketika aku mulai diajarkan cara bertahan, ketika aku mulai mengerti kasih sayang, sampai ketika aku mulai tahu cara membangkang, sekitarku berusaha membimbingku dengan kesederhanaan.

Kalo blog ini diibaratkan sebuah rumah, mungkin udah dijadiin basecamp-nya Spiderman. Jaring Laba-laba dimana-mana, saking ga keurusnya. Kalo ga ada temen saya yang bawelin blog ini, mungkin saya udah bener-bener lupa kalo saya punya blog hehe...

Saya iseng minta tolong sama dia untuk mengomentari blog saya, tapi komentarnya jangan yang bagus-bagus, dengan kata lain “tolong cela blog saya!!!”. Dan ternyata pertanyaan-pertanyaan dan pernyataa-pernyataannya cukup bikin nyesek dada ini. Sayangnya dia ga punya blog, jadi saya ga bisa mencela balik blog-nya dia hahaha...terkadang terasa tidak adil, tapi terima kasih sob udah ngingetin saya.

Nah dari kejadian itu saya akan mewawancarai diri saya sendiri, kali aja pertanyaan teman-teman tentang blog saya ini bisa terwakili. Aneh ya...?, ga apa-apa, saya memang aneh kok. Yo’ kita mulai!!!.

(Rudy) : Yang diwawancarai.
(Idur) : Yang mewawancarai.

‘Relize Your Crazy Idea...’, itu adalah salahsatu ungkapan yang terus terngiang setelah saya membaca satu artikel yang bertema Entrepreneurship. Mungkin berbeda dengan kebanyakan orang, saya memang selalu dibuat tertarik dengan tema Entrepreneurship ini. Menjadi Entrepreneur (Pengusaha) adalah salahsatu mimpi saya, terkadang terasa terlalu muluk-muluk sih..., tapi itulah mimpi dan saya tidak mau itu berakhir hanya sebagai mimpi.

Oke, kita kembali ke judul. Pernahkah terbersit ‘ide gila’ untuk mulai membuka usaha sendiri?, misalnya membuka Bisnis (maaf) membersihkan ‘poop’ anjing seperti yang dilakukan Matius Osborn (Ohio), Bisnis penjualan kacamata untuk anjing, Bisnis layanan internet/komunikasi di pedalaman, Bisnis kuliner berbahan dasar serangga di indonesia, atau apapun itu. Walaupun mungkin tidak se-ekstrim itu, saya yakin sebagian besar orang pernah memiliki ‘ide gila’ untuk memulai bisnis, tapi sangat sedikit orang yang berani mewujudkannya.

Jika saya membaca kisah/Biografi para Entrepreneur sukses, mereka memulai usaha dengan modal utamanya adalah punya mimpi, punya kemauan, tekad yang bulat, berani mengambil peluang dan resiko, lalu terus berjuang untuk merealisasikannya. Ya...memang harus begitu, seperti yang dilakukan Thomas Alva Edison, dia tetap berjuang ketika penemuan pertamanya (Telegrpahic Vote Recording Machine) dianggap penemuan yang paling tidak diinginkan di muka Bumi karena cara kerja alat tersebut yang sangat lambat. Kasihan ya Kakek Tom?!.

Dalam postingan kali ini saya ingin mengangkat hal yang lebih serius dari biasanya. Dilandasi ‘kegelisahan’ saya ketika membaca beberapa artikel blog sahabat dan beberapa forum yang mengangkat topik  tentang hal-hal yang berkaitan dengan keberagaman agama. Topik-topik yang diangkat disana begitu menarik, informatif dan bahkan inspiratif. Tapi yang membuat saya gelisah adalah hampir dari semua renponse terhadap topik yang membahas tentang agama ini ko’ cenderung mengarah pada tindakan rasis, yang justru membuat topik itu menjadi ajang ‘pertengkaran’ bahkan saling menghina antar etnis atau penganut (agama) satu sama lain. Harusnya kan ini dijadikan sebagai tempat bertukar pikiran atau berdiskusi, agar kita sebagai masyarakat yang hidup di negara yang memang penuh dengan perbedaan (etnis dan agama) ini bisa lebih saling mengerti dan saling menghargai satu sama lain.

Memang sih dalam satu tempat atau kesempatan pasti akan ada saja pihak yang memanfaatkan situasi untuk berusaha mem-provokasi keadaan, tapi tidak seharusnya juga kita menyikapinya secara frontal, karena itu justru akan menambah keruh situasi. Oke saya juga mengerti, siapa sih yang tidak sakit hati jika agamanya dihina oleh pihak lain?, jangankan anda, saya juga pasti akan berang ketika agama saya dihina, karena secara tidak langsung itu merupakan penghinaan terhadap saya sendiri. Nah jika itu terjadi pada kita, apakah kekerasan (secara verbal atau fisik) itu adalah satu-satunya cara menyelesaikan masalah?, tentunya tidak kan?, pasti ada cara yang lebih baik daripada sekedar ‘gontok-gontokan’.
Yup!!!, sepenggal kalimat pada judul postingan ini adalah merupakan judul lagu dari sebuah Grup Band Amerika beraliran Progressive Metal yang biasa dipanggil Dream Theater (1985). Lagu “The Spirit Carries On” ditulis oleh Jhon Petrucci (Guitar) dibantu oleh Kevin James LaBrie (Vocal), John Myung (Bass), Jordan Rudess (Keyboard) dan Mike Arie Portnoy (Drum).


Apa sih pentingnya lagu ini?, mungkin sebagian besar orang akan bertanya seperti itu. Baiklah, saya mau sedikit curhat disini. Saya yakin hampir setiap pribadi memiliki penilaian khusus tehadap salahsatu dari sekian banyak macam lagu. Penilaiannya sendiri bisa bermacam-macam, mulai dari terinspirasi oleh isi, Skill, instrumen, gaya bermusik atau performence dari lagu itu sendiri. It’s oke...itu adalah hak menilai masing-masing pribadi.

“The Spirit Carrien On” cukup berpengaruh terhadap diri saya, kenapa?, karena ini adalah salahsatu lagu  yang selalu ‘menemani’ ketika saya merasa ‘lelah’ saat dihadapkan pada banyak persoalan. Setelah mendengar lagu ini, biasanya saya mendapat sesuatu yang dapat membakar kembali semangat saya, mungkin karena isi lagu ini yang bercerita tentang semangat dan dibalut karakter musik  dengan suasana yang (bagi saya) sangat apik . Terasa berlebihan?, mungkin saja, tapi bagaimanapun kita harus tahu bagaimana cara menyemangati diri sendiri, dan inilah salahsatu cara saya.

Ken, demikianlah anak laki-laki berusia 21 tahun itu biasa dipanggil. Dihari selasa sore ini tepatnya pukul 16:00 (Waktu Internal Bandung), dia punya janji dengan seorang sahabatnya untuk main Futsal. Wah, sudah Pukul 15:15 rupanya, padahal Ken sedang asyik-asyiknya main Playstation. Saat Ken melirik jam dinding yang berada tepat sisi kiri atas kepalanya...“Bussett dahh...!!!” diapun terperanjat sembari melempar JoyStick yang dipegangnya.

“Sepatu mana sepatu?!...Kunci mana kunci?!...Helm mana helm?!...Celana mana celana (Padahal celana bolanya sudah dia pakai sejak tadi)...” begitulah kira-kira gambaran kepanikan Ken. Setelah semua perlengkapan dirasa siap, diapun langsung meluncur menuju lapangan dengan motornya, tanpa lupa membawa dompet yang berisi beberapa lembar uang sepuluh ribuan dan surat-surat kendaraan tentunya.

Dengan kecepatan yang 20 Kilometer/ Jam lebih cepat dari bisanya, dia menempuh perjalanan yang biasanya memakan waktu setengah jam untuk bisa sampai ke tujuan. Yang ada di pikirannya adalah Pom Bensin, karena bensin di motornya tinggal sedikit. Dan gumamnya dalam hati “Jangan telat...jangan telat...!!!”. Drrrrrrtt ... drrrrrrt ... drrrrrt ... HP di saku celananya terasa bergetar, tapi...”Ah bodo ah!!!” dia tidak mempedulikan HP-nya, walaupun terasa begitu geli pada pangkal pahanya.

Sampailah dia pada satu persimpangan yang agak macet, maklum waktu itu jalanan sangat ramai kendaraan. Setelah berhasil melewati pertigaan itu, sampailah dia di depan komplek pertokoan, dan...”Aaaaaargh sialan!!!, macet parrahhh...!!!” kata-kata indah mulai berhamburan dari mulutnya, sayangnya hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri :D. Karena tidak sabar dengan situasi itu, salip kanan salip kiripun ia lakukan. Dan akhirnya dia bisa lolos dari kemacetan parah itu.
Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan salahsatu sahabat sewaktu sekolah dulu. Kami bernostalgia tentang hobi bermusik kami waktu itu. Kami membicarakan tentang Gitar yang sempat kami gunakan dulu. Dan saya tidak mau kehilangan cerita ini lagi, makanya saya coba cerita disini ah hehe...

Gambar: Epiphone.Com

Gitar yang saya gunakan dulu adalah Epiphone Les Paul Custom. "Si Epi" ini benar-banar membuat saya ‘jatuh cinta pada pandangan pertama’. Tampilannya yang merupakan adaptasi dari disain Gibson Les Paul ini saya nilai begitu original dan berkarakter sangat kuat, sehingga begitu iconik untuk sebuah disain gitar. Epiphone sendiri merupakan Sebuah Produsen Alat Musik yang dibeli oleh Gibson Guitar Corporation pada tahun 1957. Dan sekarang menjadi anak perusahaan dari Gibson Guitar Corporation itu sendiri.

Dari segi handling, Gitar ini cukup nyaman digunakan, walaupun bebannya cukup berat (buat saya :P). Konstuksi Neck yang tebal dan Frets yang cembung  sangat nyaman untuk tangan dan jemari saya, sehingga tangan tidak mudah merasa lelah walaupun harus bermain dalam waktu yang cukup lama. Sebenarnya khusus untuk Konstruksi ini sangat  tergantung pada selera dan cara bermain sang Gitaris.

Gambar: Arra
Berangkat dari kegelisahan terhadap diri saya sendiri dan orang-orang sekitar yang merasa begitu nyaman dengan tindakan copy-paste ini, mendorong saya untuk mengangkatnya pada postingan saya kali ini. Sebenarnya sudah saya bahas secara sekilas pada postingan saya sebelumnya yang berjudul Catatan Saat Malas beberapa waktu lalu, dan sekarang saya ingin membahasnya kembali secara lebih dalam disini.

Jujur, saya adalah salahsatu dari sebagian besar orang yang pernah melakukan tindakan copy-paste dalam mengerjakan tugas, dan saya akui cara yang satu ini memang cara yang paling menyenangkan. Banyak alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ini, mulai dari alasan menghemat waktu, menghemat tenaga, karena teralu banyak tugas, malas mencatat dan berfikir, dan yang paling parah adalah ikut-ikutan, toh yang lain juga copy-paste ... kompaknya salah posisi rupanya :D

Sekarang Internet sudah bukan ‘barang baru’ lagi, karena kini sudah banyak fasilitas atau gadget-gadget yang memudahkan masyarakat untuk meng-akses Internet. Ini merupakan hal yang sangat positif karena dengan begitu masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Tapi disisi lain, ternyata kehadiran internet juga berperan besar terhadap semakin meningkatnya budaya copy-paste ditengah masyarakat, khususnya dikalangan pelajar.