NOVEL ROMANSA: Tangisan di Tengah Malam Karena Penyesalan


Karya : Eka N.

Evita Yulistika Dewi, itulah namanya, dia adalah seorang anak perempuan yang berumur 15 tahun, dia bersekolah duduk di bangku SMP kelas 3 di SMP Negeri Jakarta, dia itu anaknya periang, cantik, juga cerdas, dia juga anak yang manja juga sombong. 

Saya Evita, saya terlahir dari sebuah keluarga yang kaya raya, kedua orangtuaku mempunyai sebuah perusahan besar dan terkenal di Jakarta, saya adalah anak kedua dari 3 bersaudara, kakak saya bernama Violantika dan adik saya bernama Renita. 

Pada pagi hari yang cerah aku awali pagi hari ini dengan lari pagi bersama teman-temanku juga bermain, hari minggu ini bagaikan pelangi yang berwarna-wanri karena sesuai dengan keadaan hari ini yang bermacam-macam, setelah lamanya aku bermain bersama kalian tetapi hanya kali ini aku merasakan keindahan bermain bersama kalian, “Oh, ya iyakita kan sahabat”, kata temanku. Terima kasih sahabatku..., waktu hari ini semakin sore aku pulang dulu ya, akupun pergi dan pulang ke rumah. 


Sesampai aku di rumah aku pun meminta mamaku untuk menemaniku, setelah mamaku menemuiku aku menyuruh dia untuk membuatkan makan untukku, mama aku pun langsung membuatkan makanan untukku dengan penuh kesayangan, “Mah, aku ingin bertanya, jika aku menuyuruh mama untuk kepentinganku, mama tidak marah kan?, sama saya, ma” tanya saya sama mama sambil ragu. 
“oh...kirain kamu mau nanya apaan, gak apa-apa kok, sayang, selagi mama sehat dan selagi mama mampu, mama akan menuruti dan melakukan apapun yang kamu inginkan”, kata-kata sekaligus jawaban dari mama ku itu yang membuatku semakin manja. 

“Kak, dari pagi tadi sampai sore kakak kemana aja?...”, tanya adikku ”Kakak tadi pergi untuk lari pagi sekalian main sama teman kakak, emangnya kenapa kamu tanya begitu?...”, “Oo enggak kok, kak, aku cuna nanya aja, karena aku kesepian sendirian di rumah, kak”. “Iya kalo kesepian main aja sama teman-teman kamu!...” “Ya, tapi kan aku pengen sama kakak”, kata adikku, “Iya kapan-kapan aka kalo kakak ada waktu. Udah sana kakak pengen tidur!, besok kan kita harus pergi berangkat ke sekolah. 

Ketika malam datang aku merasa aneh entah kenapa perasaan aneh itu datang tiba-tiba, langit yang cerah berubah menjadi gelap, tetapi kegelapan itu dihiasi dengan pantulan pancaran sinar bulan dan bintang yang menemaniku dan menjadi saksi bisu dari ungkapan rasa hatiku selama ini, “Nak, ayo cepat tidur”, “iya kak sekarang waktunya tidur!”, kata mama dan adikku, “Oh iya Ma ini juga baru mau tidur”, aku merasa tenang mempunyai mama dan adik yang baik. 

Kubuka mata di pagi hari yang cerah, kudengar kokokan ayam yang sedang bersautan, juga kudengar kicauan burung yang indah berbunyi bergantian, kubuka jendela kamarku kulihat mentari pagi yang telah bersiap menemani pagi hariku ini hingga terbenam tiba. 

Setelah aku selesai beres-beres untuk persiapan sekolah, aku pun makan bersama mama, Ayah dan Adikku, setelah eres makan aku dan Adikku selalu cium tangan dan pamitan kepada kedua orangtuaku untuk kesuksesanku, sebelum berangkat sekolah, sepatuku selalu disiapkan oleh bi Ira, salah satu pembantu di rumahku. Setiap pagi hari ketika akan bersekolah aku dan adikku selalu diantar dan dijemput dengan mobil oleh pak Amir (Supir). 

Pada pagi hari yang cerah, ketika di perjalanan menuju sekolah aku melewatio banyak persimpangan, kubuka kaca mobil lalu kulihat Ibukota yang sangat ramai dipenuhi banyak orang juga banyak kendaraan yang beralu-lalang, mobilku berhenti karena pak Amir, supirku itu mengerem mendadak, kulihat ternyata lampu merah, lalu ku tutup seuruh kaca mobilku karena selalu banyak pengemis yang menghampiri, aku tidak suka kepada orang yang selalu meminta-minta, aku heran kenapa banyak orang yang masih bida berjalan, sehat, juga mampu tetapi selalu mengandalkan tangannya itu untuk eminta-minta dan mengenmis kepada orang lain.  

“Lam banget sih pak, kok belum jalan-jalan juga sih, aku sudah tidak tahan karena banyak pengemis yang menghampiri,” “Iya, Non, sebentar lagi Cuma 10 detik lagi juga berangkat” kata supirku, tidak lama menunggu pun mobilku berangkat dan sampai di sekolah adikku, setelah itu pak Amir mengantarkan aku ke sekolah. 

Sesampai aku di sekolah aku melihat di sebelah utara ada seorang anak perempuan yang turun dari mobil, lalu aku menghampiri teman-temanku, “Hai, Nabila, Rasya, Reina.” “Hay juga, Evita”. Aku nanya sama teman-temanku, “Teman-teman siapa anak perempuan itu, kok masuk ke sekolah kita?” Aku baru melihatnya, temanku menjawab “Iya aku juga baru melihatnya, anak baru mungkin”, “Eh udah terdengar suara bel berbunyi tuh, ayo kita masuk ke kelas, nanti dimarahi pak guru lho!..., ketika aku masuk ke kelas dan duduk, datang pak guru dengan membawa seorang siswi baru dan ternyata anak perempuan yang tadi pagi, sudah kuduga dia pasti sekelas sama aku. Setelah pak Ahmad (guruku itu) memperkenalkan ank baru itu yang bernama Tasya, dan tidak terduga, pak Ahmad menyuruh Tasya untuk duduk sebangku sama saya. Setelah lama belajar Tasya duduk sama saya, saya ajak dia bicara untuk mengenal saya dan teman-teman saya untuk lebih dekat lagi.

Dian anak cantik, pintar juga periang, aku suka dengan sikap dia yang sopan dan baik hati, wajar banyak orang lain yang suka padanya, ketika waktu istirahat tiba aku ajak dia ke kantin sekolah untuk makan bersama sekalian untuk emngenal dia lebih dekat, setelah istirahat selesai, waktunya masuk kelas dan belajr lagi, dia bertanya soal diriku dan aku menjawab kamu jangan menanyakan diriku bagaimana, kamu cukup lihat keseharianku saja, aku duduk sama Tasya merasa senang karena gak kesepian lagi. 

Pada waktu pulang sekolah aku udah dijemput sama pak Amir, tetapi aku lihat Tasya belum dijemput juga, aku ajak Tasya untuk pulang bersamaku, aku ajak Tasya ke rumahku untuk main dan sekalian dia tahu rumahku, sesampainya kita di rumah aku dan Tasya makan bersama, main, dan mengerjakan PR bersama, aku merasa senang sekali ada teman yang bisa main dan menemaniku saat ini. 

Ketika mamaku pulang mama menyapa Tasya, ternyata mama ku udah kenal dengan Tasya karena mama nya Tasya teman mama dan papaku di kantor, ketika mama ku pulang Tasya langsung berpamitan untuk pulang karena takut dicari kedua orangtuanya, lalu kuantar dia ke rumahnya, ternyata rumahnya bersebelahan dengan rumahku, setiap hari aku dan Tasya selalu berangkat dan pulang sekolah bareng, bermain, belajar, bercanda tawa bersama. 

Sekarnag aku merasa tidak kesepian lagi ketika kakak ku pergi ke Singapura untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, aku di rumah hanya bersama adikku dan kedua orangtuaku dan sekarang aku mempunyai teman baru yaitu Tasya, aku dan Tasya kini sahabatan karena Tasya temanku itu yang selalu ada di sampingku pada saat suka maupun duka, aku belajar banyak pengetahuan dan pendidikan dari Tasya, kusadari dia memang anak yang cerdas. 

Pada hari sabtu, keluargaku dan keluarga Tasya berencana untuk jalan-jalan ke kebun binatang, dan pada hari minggu tiba kita berangkat bersama-sama ke kebun binatang, ketika tiba di kebun binatang kita semua membeli tiket masuk, lalu berjalan-jalan mengelilingi kebun binatang untuk melihat semua jenis hewan yang ada, adikku Renita dia takut sama yang namanya Harimau dan Ular, ketika berjalan melewati kedua kandang hewan tersebut Renita selalu merengek ingin pulang karena takut. 

Ketika berjalan tidak jauh aku mendengar suara jeritan, ternyata Tasya sahabatku dia menjerit begitu kencang sehingga seluruh pengunjung yang ada disana pun terlihat kaget, heran, dan ada pengunjung yang bertanya-tanya pada Tasya, ternyata dia takut sama Ular jadi pada waktu dia melewati kandang Ular spontan dia lalu menjerit dengan kencang. 

Setelah seharian jalan-jalan, makan, dan bermain bersama, kita pulang karena hari sudah semakin sore, ketika di perjalanan menuju pulang hujan sangat lebat, juga berpetir adikku menangis karena dia takut dengan melihat dan mendengar suara petir, aku mencoba menenangkan adikku biar tidak menangis lagi, ketika itu aku langsung dipeluk oleh adik dan mamaku, ketika sesampainya di rumah itu malam pada pukul 19.00 WIB, dan hujannya pun semakin reda. 

Ketika malam kita semua sudah tertidur lelap, aku mendengar suara ada yang memanggil-manggil namaku dan memanggil kedua orangtuaku, ketika aku lihat ternyata adikku yang memanggil, suara adikku itu terdengar karena kamar adikku bersebelahan dengan kamarku, ketika adikku memanggil lalu aku menghampiri ke kamarnya dan aku lihat adikku sedang memakai selimut badannya menggigil dan suhu badannya sangat panas. 

Setelah itu aku langsung ke kamar kedua orangtuaku untuk membangunkan mereka, untuk melihat keadaan adikku. Setelah kedua orangtuaku melihat keadaan adikku, ayakhu langsung menelepon dokter untuk memerikasa adikku, ternyata adikku sangat panas karena tadi kehujanan setelah pulang dari kebun binatang. 

Setiap hari aku berangkat sekolah hanya sendirian, aku lihat adikku hanya lemas, lesu dan terbaring di kamarnya, aku tidak tega melihatnya adikku di rumah hanya ditemani oleh bi Ira saja, setiap pulang sekolah aku selalu megurus adikku, memberi dia obat, dan mengajak adikku bermain agar tidak bosan dan tidak jenuh lagi di dalam kamarnya, adikku senang aku menemaninya, mengurusnya, bermain bersamanya, dia tertawa bahagia aku senang melihatnya. 

Setiap hari aku merawat adikku hingga satu minggu lamanya, alhadulillah adikku sembuh, sehat dan bisa bermain, sekolah, belajar kembali seperti biasanya. Hatiku sangat senang karena bisa merawat adikku sampai sehat kembali, adikku mengatakan kepadaku “Terima kasih, kak, kakak sudah merawat saya sampai sehat”. Kata-kata adikku itu yang membuatku semakin sayang kepadanya.

Setiap pagi hari sekarang aku berangkat sekolah selalu bersama adikku, ketika di sekolah aku sedang belajar Tasya bertanya soal adikku, Tasya juga kemarin sehari sempat tidak sekolah karena sakit, Tasya juga menanyakan kepadaku ada RP atau tidak, aku memberitahu dia bahwa kemarin ada PR dan aku kasih soalnya, tapi pada waktu aku menanyakan pelajaran karena aku lupa karena rumusnya Tasya tidak memberi tahu, aku hanya bisa bersabar pada waktu itu dan menanyakan kepada teman yang lain. 

Setiap kali aku menanyakan pelajaran yang tidak mengerti kepadanya dia hanya diam dan berkata, “Tanyakan saja pada bapak gurumu jangan menanyakan kepada saya”, saya tidak bisa diam saja sudah 3 kali aku menanyakan dan hanya begitu-begitu saja, aku tidak bisa diam saja karena kesabaran itu ada batasnya, aku heran mengapa Tasya begitu kepadaku. 

Sekarang Tasya tidak bermain, belajar mengerjakan PR bersamaku lagi dia sekarang lebih memilih temanku Salsa daripada aku, aku hanya bisa bersabar dan bersedih aku akan tunjukkan padanya bahwa aku lebih hebat dan pintar daripada dia aku juga akan menunjukkan kepadanya denga kesuksesan, prestasi, dan keberhasilanku. 

Setiap hari aku lihat dia hanya bisa merendahkan saya saja, dia lupa akan semuanya bahwa dia hanya murid baru di sekolah ini, dia juga lupa waktu dia pertama kali masuk ke sekolah ini dia hanya diam, aku mengajak Tasya berbicara bermain, beajar bersama, tetapi dia pula dengan semua yang telah dilakukan aku selama ini. 

Aku tidak menyangka dengan kejadian ini, dibalik wajah yang cantik, pintar, kaya, juga kebaikannya itu ternyata tersimpan sifat hati yang sangat buruk dan tidak pantas dilakukan, dia tidak mempunyai rasa belas kasihan, rasa penyayang, juga balas budi yang dia miliki hanya sifat sombong, egois, iri, juga keangkuhannya. 

Aku mencoba memperingatkan dan memberitahu Tasya tetapi dia tidak mendengarkan semua itu dan dia hanya menganggap semua kejadian dan nasehat itu hanya angin lalu saja yang seakan-akan tidak pernah terjadi selama ini, aku hanya bisa bersabar, tawakal dan berdo’a kepada Allah, aku memberi dia kesempatan untuk sabar dan berubah dengan semua sifatnya itu. 

Setiap hari aku menunggu kesadaran dan perubahan Tasya, tetapi hanya begitu saja tidak ada perubahan dengan semua sikapnya selama ini, memang semua sikap seseorang itu berbeda, aku bisa memakluminya dengan bersabar, aku mancoba bertanya sama Tasya, “Tasya kamu itu kenapa sih kamu tidak suka dengan saya, kalau tidak suka bilang saja, Tasya pada pertama kali kamu masuk ke sekolah ini aku tolong kamu, aku ajak kamu bicara bermain, belajar tetapi mengapa kamu sekarang lebih memilih orang lain  untuk menjadi temanmu daripada aku?”. 

Tetapi Tasya hanya menjawab, “Iya gak kenapa-napa emangnya aku salah memilih Salsa untuk menjadi temanku, kamu jangan mengatur-ngatur hidupku, atur saja hidup kamu sendiri, terserah aku mau berteman dengan siapa saja aku mempunyai hak untuk semuanya”.

“Benar-benar tidak mempunyai rasa balas budi, menghargai, kamu sudah lupa dengan semuanya, aku berbicara seperti ini hanya mamberitahu dirimu untuk ke jalan yang lebih baik, hanya untuk menyadarkan semua sikapmu itu, bukan aku melarang kamu untuk berteman dengan orang lain, bukan untuk menghalangi dirimu tetapi aku disini sebagai teman ingin dihargai dan ingin persahabatan kita dibangun untuk lebih baik lagi”. 

“Ya sudah terserah kamu saja, mau anggap aku siapa”, jawab Tasya. Aku sadar ternata selama ini aku salah ya sudah memilih dan menganggap kamu sebagai sahabat bahkan sebagai saudaraku, tetapi kamu tidak pernah menganggap aku sebagai sahabatmu apalagi sebagai saudaramu, tetapi kau anggap aku hanya orang yang tidak penting dan hanya sebatas teman biasa yang tidak berguna. 

Memang kesadaran seseorang itu berbeda, rendahnya kesadaran dalam hati seseorang, karena kesabaran itu yang membuatku untuk belajar lebih dewasa, untuk menghadapi hidup yang lebih baik, menyikapi semua permasalahan dengan pemikiran yang lebih dewasa dan mensyukuri pengalaman yang telah aku dapati selama ini untuk pelajaran hidup aku nanti kedepannya.

Tasya, aku sadar selama ini aku salah aku yang selama ini yang membuat kamu kecewa aku tidak ingin persahabatan yang dulu kita bangun bersama akan hancur karena hal sepele seperti ini, aku Cuma ingin memberitahukanmu saja untuk memahami, mengerti dan menyadari semua yang telah terjadi selama ini. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu, Tasya maafkan semua kesalahanku selama ini karena selama ini aku banyak salah tetapi terserah kamu mau memafkan aku apa tidak yang penting aku sudah memaafkan semua kesalahan kamu setelah selesai berbicara sama Tasya aku pergi.

Ketika aku pergi dan berjalan ditengah perjalanan Tasya memanggil namaku, “Evita...Evita...tunggu aku, Evita!...kata Tasya” Lalu Tasya menghampiri aku dengan dipenuhi air mata yang berlinang-linang dan membasahi pipi chubby nya itu, “Ada apa, Tasya? Kau memanggil-manggil namaku?...,aku harap kamu menemui aku tidak akan mengulangi semua sikapmu itu. 

“Tidak, Evita, aku menemuimu aku hanya ingin meminta maaf kepadamu atas semua kesalahanku yang telah aku perbuat aku sadar selama ini aku salah aku telah jahat dan sikapku sudah tidak baik kepadamu. Aku memang bukan orang yang tepat untuk menjadi sahabatmu, aku hanya temanmu yang bodoh yang telah menyia-nyiakan sahabat dekatku yang baik ini, aku hanya ingin meminta maaf kepadamu atas kesalahanku. Maafkan semua kesalahanku ya, Evita, aku telah membuat hatimu menjadi luka tidak lain hanya ingin meminta maaf saja yang dapat aku ucapkan”.

“Tidak, Tasya, kamu tidak salah, aku yang salah aku yang selama ini membuatmu sedih karena ulahku, kamu itu sahabat terbaikku, mungkin aku yang selama ini bukan sahabat terbaikmu, ada orang yang lebih baik daripada aku untuk menjadi sahabat terbaikmu, aku samasekali tidak pernah menganngapmu sebagai sahabat terjahatku tetapi kamu itu sahabat terbaikku, Tasya manusia itu tidak luput dari kesalahan, semua manusia itu pasti pernah melakukan kesalahan mungkin pada waktu itu kamu sedang khilaf, aku memaklumi semua itu karena dalam membangun sebuah persahabatan pasti melewati rintangan yang penuh perjuangan, pengorbanan dan harus sabar dalam mengjhadapi semua permasalahan itu, seperti melewati jalan yang berliku-liku dan tidal mulus yang penuh tantangan, sebelum kamu meminta maaf kepadaku, aku sudah memaafkan semua kesalahan kamu dari waktu itu juga.”

“Terima kasih, Evita, kamu memang sahabat terbaik yang aku kenal selama ini, terima kasih kamu sudah memafkan semua kesalahanku sekarang aku sudah sadar bahwa begitu penting persahabatan itu. “Iya, Tasya, sama-sama, tapi aku ingatkan kamu jangan pernah mengulangi kesalahan yang telah terjadi, tetapi ambillah hikmah dari suatu peristiwa tersebut utnuk pelajaran hidup kamu kedepannya”. 

Aku dan Tasya pun saling memafkan, pada pagi hari keesokan harinya, pada waktu masuk kelas aku tidak melihat Tasya, setelah aku menanyakan  kepada temanku ternyata Tasya sakit, setelah seminggu lamanya Tasya tidak masuk sekolah dan pada waktu itu sepulang sekolah aku langsung menjenguk Tasya ke Rumah Sakit, setelah tiba di Rumah Sakit aku lihat Tasya sedang berbaring di Kasur dan tertidur lemas.

Tubuh Tasya terpasang dengan alat-alat medis, aku mencoba berbicara dengan kedua orangtua Tasya sebelum masuk ke kamar Tasya, setelah lama berbicara ternyata Tasya divonis penyakin kanker otak, aku lihat kedua orangtua Tasya sangat sedih melihat anaknya terbaring di Rumah Sakit dan terkena penyakit kanker otak stadium 4, aku turut sedih mendengar cerita itu semua dari kedua orangtuanya. 

Aku hanya bisa berdo’a agar Tasya sembuh dan bisa bersekolah kembali, ketika kanker itu kambuh kembali Tasya selalu merasakan kesakitan, semakin hari kanker otak yang diderita Tasya semakin menyebar ke seluruh syaraf otaknya, yang membuat dia selalu menjerit kesakita, setelah aku menjenguk Tasya, dia bicara “Evita maafkan semua kesalahanku ya!...” kesekian kalinya Tasya meminta maaf padaku. 

“Iya, Tasya, aku sudah memaafkan semua kesalahanmu, sekarang kamu jangan memikirkan yang lain-lain, lebih baik kamu berdo’a agar semua penyait yang ada ditubuhmu disembuhkan!...” setelah itu aku mengajak Tasya bercerita, setelah labma bercerita hari pun semakin gelap, lalu aku pamitan kepada Tasya dan kedua orangtuanya. 

Satu bulan lamanya Tasya berbaring di Rumah Sakit dengan melawan rasa sakit yang dideritanya, tidak lama aku mendengar berita dari kedua orangtuanya bahwa Tasya telah meninggal dunia pada malam hari itu, aku merasa sedih sekali karena telah ditinggalkan oleh sahabat terbaikku. 

Pada malam itu aku menangis dengan penuh penyesalan karena kesalahan yang telah aku perbuat pada Tasya, temanku dan keluargaku selama ini, aku telah membuat mereka menangis dan sakit hati karena ulahku, aku sekarang sadar bahwa kehadiran mereka sangat berarti bagiku, aku menyesal sudah menyia-nyiakan semuanya. 

Aku memohon ampunan kepada kedua orangtuaku dan kepada adikku setelah itu kita saling memaafkan, aku dan keluargaku pergi ke kuburan malam itu untuk mengantarkan Tasya ke tempat terakhirnya, sepulang itu di rumah aku dan keluargaku shalat dan berdo’a untuk memohon ampunan.

Pada pagi hari yang cerah, pada waktu itu aku melihat ada seorang perempuan cantik di meja makan, setelah aku lihat ternyata perempuan itu adalah kakakku yang sudah pulang kuliah dari singapura, aku berpelukan dengan kakakku pada waktu itu aku sudah tidak berlarut-larut dalam kesedihan lagi karena sudah berbalik menjadi senang dengan kedatangan kakakku ke rumah dengan membawa piala penghargaan bahwa kakakku sudah lulus. Aku pun sangat gembira walaupun sebelumnya aku kecewa pada kakakku katanya “Maaf ya dek, kakak tidak lulus, dan tidak bisa pulang ke rumah karena belum selesai membuat skripsi tetapi pada waktu itu kita berkumpul bersama keluarga.

0 Comments:

Posting Komentar