Artikel Etika Berwirausaha


A. Pengertian Etika Berwirausaha 

Etika wirausaha merupakan ilmu mengenai bagaimana tata cara seorang pengusaha dalam berperilaku didalam suatu usahanya tersebut. Banyak seorang wirausaha mengabikan betapa pentingnya etika didalam mendirikan sutu bisnis, karena mereka berfikir dengan kemampuan yang mereka miliki serta modal yang sangat besar suatu usaha dengan mudahnya didirikan. Padahal tanpa adanya etika yang dimiliki seorang wirausaha suatu usaha tersebut akan tidak berjalan sesuai rencana. Karena etika ialah suatu studi mengenai yang benar dan yang salah dan pilihan moral yang dilakukan seseorang. Keputusan etika ialah suatu hal yang benar mengenai perilaku standar. Etika wirausaha mencakup hubungan antara perusahaan dengan orang yang menginvestasi uangnya dalam perusahaan, dengan konsumen, pegawai kreditur, saingan dan sebagainya. Orang – orang wirausahawan diharapkan bertindak etis dalam berbagai aktivitasnya di masayarakat.

Menjaga etika adalah suatu hal yang sangat penting untuk melindungi reputasi perusahaan. Masalah etika ini selalu dihadapi oleh para manajer dalam keseharian kegiatan wirausaha, namun harus selalu dijaga terus menerus, sebab reputasi sebagai perusahaan yang etis tidak dibentuk dalam waktu pendek, tapi akan terbentuk dalam jangka panjang. Dan ini merupakan asset yang tak ternilai sebagai goodwill bagi sebuah perusahaan.

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia wirausaha yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan kewirausahaan yang seimbang, selaras, dan serasi.

Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam wirausaha sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok wirausaha serta kelompok yang terkait lainnya.


B. Prinsip Etika Berwirausaha 

Prinsip etika adalah sebagai berikut:

  1. Usaha membangun kepercayaan antara anggota masyarakat dengan perusahaan atau pengusaha.
  2. Hal tersebut merupakan elemen penting buat suksesnya bisnis jangka panjang
  3. Menjaga etika adalah hal penting untuk melindungi reputasi perusahaan.


C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Produsen 

Undang-undan no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen dan produsen, serta larangannya sebagia berikut (A.R.Saliman, 2008, hlm. 234).


1. Hak dan Kewajiban Konsumen

a. Hak Konsumen 

  • hak atas kenyaman, keamanan, dankeselamatan dalam mengkonsumsi barang dan / atau jasa.
  • Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
  • Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
  • Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
  • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  • Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
  • Hak untuk di perlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  • Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak sebagaimana mestinya.
  • Hak-hak yang di atur dalam ketentuan perundang-undangan lain.

b. Kewajiban Konsumen 

  • membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakain atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
  • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
  • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
  • Menikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan secara patut.


2. Hak dan Kewajiban Produsen 

a. Hak prdusen (pelaku usaha/wirausahawan)

  • hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
  • Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
  • Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
  • Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak di akibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
  • Hak-hak yang di atur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Kewajiban Produsen

  • beritikad baik dalam kegiatan usaha.
  • Memberikan informasi yang benar, jelas, dan mengenai kondisi dan jaminan barang barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
  • Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  • Menjamin mutu barang barang dan/atau jasa yang di produksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar , mutu dan/atau jasa yang berlaku.
  • Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang di perdagangkan.
  • Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
  • Memberikan kompensasi gantirugi dan/atau penggantian barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


D. Perbuatan yang Dilarang oleh Produsen 

Undang-undnag no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen telah mengatur larangan kepada produsen atau pelaku usaha dalam menjalankan kegiatannya. Larangan-larangan tersebut adaah sebagai berikut.

  1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang di persyaratkan dari ketentuan perundang-undangan.
  2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih (netto), dna jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
  3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan ,menurut ukuran yang sebenernya.
  4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana yang dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang atau jasa tersebut.
  5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengelolaan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagai mana dinyatakan dalam lable, etiket, atau keterangan barang atau jasa tersebut.
  6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi barang atau jasa tersebut.
  7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan (pemanfaatan) yang paling baik atas barang tertentu. Jangka waktu penggunaan yang paling baik adalah terjemahan dari kata “best before” yang biasa digunakan dalam label produk makan.
  8. Tidak mengikuti ketentuan produksi secara halal, sebagai mana dinyatakan “halal” yang dicantumkan dalam label.
  9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat bersih atau isi bersih, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, efek samping, nama dan alamat produsen, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat,
  10. Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  11. Memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi yang lengkap.
  12. Memperdagangkan sediaan formasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi yang lengkap.


Fundamental yang Berlaku Pada Semua Etnis Menurut Zimmerer (1996) Terdiri Atas:

  1. Sopan santun, yaitu selalu bicara benar, terus terang, tidak menipu dan tidak mencuri.
  2. Integritas, yaitu memiliki prinsip, hormat dan tidak bermuka dua.
  3. Manjaga janji, yaitu dapat dipercaya bila berjanji, tidak mau menang sendiri
  4. Kesetiaan, ketaatan, yaitu benar dan loyal pada keluarga dan teman, tidak menyembunyikan informasi yang tidak perlu dirahasiakan
  5. Kejujuran, kewajaran (fairness), yaitu berlaku fair dan terbuka, berkomitmen pada kedamaian, jika bersalah cepat mengakui kesalahan, perlakuan yang sama terhadap setiap orang dan memiliki toleransi yang tinggi
  6. Menjaga satu sama lain (caring for others), yaitu penuh perhatian, baik budi, ikut andil, menolong siapa saja yang memerlukan bantuan.
  7. Saling menghargai satu sama lain (respect for others), yaitu menghormati hak-hak orang lain, menghormati kebebasan dan rahasia pribadi (privasi), mempertimbangkan orang lain yang dianggap bermanfaat dan tidak berprasangka buruk.
  8. Bertanggung jawab (responsible), yaitu patuh terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku, jika menjadi seseorang pimpinan maka harus bersikap terbuka dan menolong.
  9. Pengejaran keunggulan (pursuit of excellence), yaitu berbuat yang terbaik di segala kegiatan, bertanggung jawab, rajin, berkomitmen, bersedia untuk meningkatkan kompetensi dalam segala bidang.
  10. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability), yaitu bertanggungjawab dalam segala perbuatan terutama dalam mengambil keputusan


E. Gejala tidak Jujur di Masyarakat 

Wirausahawan dalam berbisnis, hidup berbaur menyatu dengan masyarakat dari saling membantu bahkan kadang-kadang juga saling menipu. Orang yang tidak jujur, apabila berhasil biasanya hanya untuk sementara waktu saja dan cepat hancur. Jika ingin abadi, hidup tenang, dan disenangi semua orang, maka hiduplah dengan kejujuran. Jujur adalah modal dalam kehidupan. Kesulitan yang dihadapi oleh para wirausahawan adalah sulitnya mencari orang jujur. Oleh sebab itu, seorang wirausahawan harus selalu berhati-hati untuk menutup segala celah kemungkinan ditipu orang. Menurunnya rasa solidaritas, tanggung jawab sosial, dan tingkat kejujuran di kalangan kelompok bisnis, dan anggota masyarakat, merupakan gejala umum, dan meruntuhkan teori-teori soliditas, likuiditas, dan bonafiditas, yang menyangkut kepercayaan, bisa dipercaya dari segi moral, segi keuangan, tepat bila berjanji dsb.

Contoh bentuk penipuan dan pelanggaran etika seperti permainan cek kosong, giro bilyet yang ditolak, karena ketiadan dana, membayar dengan cek/giro bilyet yang rekeningnya sudah ditutup, utang tidak dibayar, kiriman barang tidak sesuai dengan contoh, janji tidak ditepati, kiriman barang jumlahnya kurang dari faktur, barang rusak, dsb. Moral dan tingkat kejujuran yang rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis. Masalahnya ialah tidak ada hukuman yang tegas terhadap pelanggaran etika tersebut, karena nilai etika hanya ada dalam hati nurani seseorang. Namun bagi wirausahawan yang mempunyai rasa keagamaan yang tinggi maka akan mengetahui bahwa perilaku jujur akan memberikan kepuasan di dunia nyata dan kelak di akhirat. Modal dasar perkembangan suatu usaha dimulai dari kejujuran. Manfaat dari berperilaku jujur bagi wirausahawan adalah dapat mempunyai partner yang setia dan mempunyai pelanggan yang setia pula.


F. Budaya Perusahaan

Tipe-tipe organisasi saat ini sangat bervariasi dalam hal ruang lingkup dan ukuran dan mungkin akan memiliki beberapa praktik yang unik pada organisasi itu. Misalnya, sebuah organisasi yang umum adalah organisasi akademik yaitu universitas. Terdapat beberapa ritual dalam perguruan tinggi, seperti orientasi mahasiswa baru. Praktik-praktik seperti bimbingan dan magang juga memberi ciri kebanyakan institusi di perguruan tinggi.

Jelaslah bahwa inti dari kehidupan organisasi ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang individu. Melainkan budaya adalah suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol (tindakan,  rutinitas, percakapan, dan sebagainya) dan            makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Makna dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak manajemen.


1. Pegertian Budaya Perusahaan

Menurut Susanto, AB. (1997:3) budaya perusahaan adalah suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota  organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana meraka harus bertindak atau berperilaku. 

Menurut Koentjoroningrat (1994 : 5), budaya itu sendiri memiliki tiga tingkatan yang saling berinteraksi satu sama lain. Tingkatan yang pertama berupa benda-benda hasil kecerdasan dan kreasi manusia (artefacts dan creation). Tingkatan kedua adalah nilai-nilai dan ideologi yang merupakan aturan, prinsip, norma, nilai, dan moral yang menuntun organisasi dan merupakan harta kekayaan yang ingin mereka penuhi. Tingkatan ketiga adalah asumsi dasar yang tidak disadari  mengenai keadaan kebenaran dan kenyataan, kemanusiaan, hubungan manusia dengan alam, hubungan antar manusia, keadaan waktu dan alam semesta.

Menurut Hofstade, Geerst (1990:32), budaya perusahaan  didefinisikan sebagai perencanaan bersama dari pola pikir (collective programming mind) yang membedakan anggota-anggota dari suatu kelompok masyarakat dengan kelompok dari suatu budaya yang lain. Pola pikir ini pada dasarnya hanya ada dalam pikiran individu yang kemudian mengalami kristalisasi dan memiliki bentuk. Pada gilirannya pola pikir bersama ini akan meningkatkan sikap mental para anggota kelompok tersebut.

Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat atau bahkan diubah, memerlukan praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota dengan nilai budaya organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi atau sosialisasi, yaitu melalui transformasi budaya organisasi. Sosialisasi organisasi merupakan serangkaian aktivitas yang secara substantif berdampak kepada penyesuaian aktivitas individual dan keberhasilan organisasi, antara lain komitmen, kepuasan dan kinerja. Beberapa langkah sosialisasi yang dapat membantu dan mempertahankan budaya organisasi adalah melalui seleksi calon karyawan, penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penialian kinerja, dan pemberian penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai-nilai luhur, perluasan cerita dan berita, pengakuan kinerja dan promosi. Berbagai praktik di atas dapat memperkuat budaya organisasi dan memastikan karyawan yang bekerja sesuai dengan budaya organisasi memberikan imbalan sesuai dukungan yang dilakukan. Sosialisasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta kemungkinan keluar dari pekerjaan. Beberapa hal yang dapat dilakukan organisasi untuk mempertahankan organisasi adalah menyusun asumsi dasar, menyatakan dan memperkuat nilai yang diinginkan dan menyosialisasikan melalui contoh.


2. Teori Budaya Perusahaan 

Terdapat tiga asumsi yang mengarahkan pada teori budaya perusahaan, yaitu:

  • Angota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. Asumsi yang pertama berhubungan dengan pentingnya orang di dalam  kehidupan organisasi. Secara khusus, individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan realitas. Individu-individu ini mencakup karyawan, supervisor, dan atasan. Pada inti dari asumsi ini adalah yang dimiliki oleh organisasi. Nilai adalah standar dan prinsip-prinsip dalam sebuah buadanya yang memiliki nilai intrinsik dari sebuah budaya. Nilai menunjukkan kepada anggota organisasi mengenai apa yang penting. Orang berbagi dalam proses menemukan nilai-nilai perusahaan. Menjadi anggota dari sebuah organisasi membutuhkan partisipasi aktif dalam organisasi tersebut. 
  • Penggunaan dan intepretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. Realitas organisasi juga sebagiannya ditentukan oleh simbol-simbol, dan ini merupakan asumsi kedua dari teori ini. Perspektif ini menggaris bawahi penggunaan simbol di dalam organisasi. Simbol-simbol ini sangat penting bagi budaya perusahaan. Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan non-verbal di dalam organisasi. Seringkali simbol-simbol ini mengkomunikasikan nilai-nilai organisasi. Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna. Sejauh mana simbol-simbol ini efektif bergantung tidak hanya pada media tetapi bagaimana karyawan perusahaan mempraktikannya.
  • Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Asumsi yang ketiga mengenai teori budaya organisasi berkaitan dengan keberagaman budaya organisasi. Sederhana, budaya organisasi sangat bervariasi. Persepsi mengenai tindakan dan aktivitas di dalam budaya-budaya ini juga seberagam budaya itu sendiri.


3. Dimensi budaya Perusahaan 

Terdapat banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ini mempengaruhi perilaku yang dapat mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidakepakatan, atau bahkan konflik. Konsep budaya pada awalnya berasal dari  lapangan antropologi dan mendapat tempat pada awal perkembangan ilmu perilaku organisasi. 

Luthan (1998) menyebutkan sejumlah karakteristik yang penting dari budaya organisasi, yang meliputi:

  • Aturan-Aturan Perilaku, yaitu bahasa, terminologi, dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi.
  • Norma, adalah standar perilaku yang menjadi petunjuk bagaimana melakukan  sesuatu. Lebih jauh di masyarakat kita kenal adanya norma agama, norma susila, norma sosial, norma adat, dll.
  • Nilai-Nilai Dominan, adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja.
  • Filosofi, adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para karyawan dan pelanggannya, seperti “Kepuasan Anda Adalah Harapan Kami”.
  • Peraturan-Peraturan, adalah aturan yang tegas dari organisasi. Pegawai baru harus mempelajari peraturan ini agar keberadaannya dapat diterima dalam organisasi.
  • Iklim Organisasi, adalah keseluruhan perasaan yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan diri dalam berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi.

Hofsede (dalam Gibson, 1996) mengemukakan empat dimensi budaya, yaitu:

  • Penghindaran Atas Ketidakpastian, adalah tingkat dimana anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan  ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian.
  • Maskulin VS Feminisme, Maskulinitas berarti kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan materil. Feminitas berarti kecenderungan akan kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup
  • Jarak Kekuasaan, adalah ukuran dimana anggota suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak didistribusikan secara merata.


4. Tipe-Tipe Budaya Perusahaan 

Menurut Cameron dan Quinn, Handy (dalam Amstrong 2003) yang diterjemahkan oleh Sudarmanto (2009), mengemukakan 4 (empat) tipe budaya perusahaan yaitu :

a. Budaya Kekuasaan (Power Culture)

Merupakan sumber kekuatan inti yang menonjolkan kontrol. ada beberapa peraturan atau prosedur dan atmosfer kompetitif, berorientasi pada kekuatan, dan politis. 

b. Budaya Peran (Role Culture)

Pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan. Peran atau deskripsi jabatan adalah lebih penting daripada orang yang mengisi jabatan tersebut. 

c. Budaya Pendukung (Support Culture)

Tujuannya bersama-sama membawa orang yang tepat dan membiarkan mereka melakukan tugas. Pengaruhnya lebih didasarkan pada kekuatan ahli daripada kekuatan posisi atau pribadi. 

d. Budaya Orang (People Culture)

Individu adalah titik utama, perusahaan hanya ada untuk melayani individu yang ada dalam perusahaan.

Gibson (2006), mengemukakan 4 (empat) tipe budaya perusahaan, diantaranya yaitu:

a. Budaya Birokrasi (Bureauractic Culture) 

Suatu perusahaan yang mementingkan peraturan, kebijakan, prosedur, perintah dan pengambilan keputusan yang terpusat memiliki budaya birokratis. Pihak militer, instansi pemerintah dan perusahaan memulai dan mengelola dengan manajer yang otokrat merupakan contoh dari birokratis. Beberapa individual lebih memilih yang pasti, hierarki, dan perusahaan yang ketat, seperti perusahaan ini

b. Budaya Keluarga (Clan Culture) 

Menjadi bagian dari keluarga yang bekerja, mengikuti tradisi dan adaptasi, kerjasama dan semangat, manajemen diri, dan pengaruh sosial merupakan karakteristik budaya keluarga. Karyawan bersedia untuk bekerja keras untuk suatu kompensasi yang adil, sesuai dan paket tunjangan tambahan. Dalam budaya keluarga, karyawan bersosialisasi dengan karyawan lainnya. Anggota saling menolong sesama dan sukses bersama.

c. Budaya Wirausaha (Entrepreneurial Culture) 

Inovasi, kreativitas, pengambilan resiko dan secara agresif mencari kesempatan menggambarkan budaya wirausaha. Karyawan  mengerti akan dinamika perubahan, inisiatif individu dan otonomi dari praktik-praktik standar.

d. Budaya Pasar (Market Culture) 

Suatu penekanan pada pertumbuhan penjualan, peningkatan pangsa pasar, stabilitas keuangan dan keuntungan merupakan atribut-atribut budaya pasar. Karena karyawan mempunyai hubungan yang bersifat kontrak dengan perusahaan. Hanya terdapat sedikit rasa kerjasama dan hubungan dalam tipe budaya seperti ini.


5. Manfaat dan Peranan Budaya Perusahaan 

a. Manfaat Budaya Perusahaan

AB. Susanto (2002), mengemukakan manfaat yang diperoleh apabila budaya perusahaan itu dipahami dan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

1) Bagi Sumber Daya Manusia :

  • Memberikan arah atau pedoman berperilaku di dalam perusahaan. Dalam hal ini sumber daya manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku sekehendak hati, melainkan harus menyesuaikan diri dengan siapa dan dimana dia berada. 
  • Mempunyai kesamaan langkah dan visi di dalam melakukan tugas dan tanggungjawab, masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat interpedensi antar individu atau bagian yang saling melengkapi dalam kegiatan usaha perusahaan. 
  • Mendorong sumber daya manusia mencapai prestasi kerja atau produktivitas yang baik. Hal ini dapat dicapai apabila proses sosialisasi dapat dilakukan dengan tepat sasaran. 
  • Memiliki atau mengetahui secara pasti tentang karirnya di perusahaan sehingga mendorong mereka untuk konsisten dan tanggung jawab.

2) Bagi Perusahaan :

  • Sebagai salah satu unsur yang dapat menekan turn over karyawan ini dapat dicapai karena budaya perusahaan mendorong sumber daya manusia memutuskan untuk berkembang bersama perusahaan. 
  • Sebagai pedoman di dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan ruang lingkup kegiatan intern perusahaan seperti tata tertib, administrasi, hubungan antar bagian, penghargaan prestasi sumber daya manusia, penilaian kinerja, dan lain-lain. 
  • Untuk mengajukan kepada pihak eksternal tentang keberadaan perusahaan dan ciri-ciri khas yang dimiliki, ditengah-tengah perusahaan yang ada dimasyarakat. 
  • Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan (corporate planning) yang meliputi pembentukan marketing plan, penentuan segmen pasar yang akan dikuasai, penentuan penempatan perusahaan yang akan dikuasai. 
  • Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan pengembangan sumber daya manusia dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran sumber daya manusia yang ada.

b. Peranan Budaya Perusahaan

Dalam hidupnya, manusia dipengaruhi oleh budaya dimana dia berada, seperti nilai-nilai, keyakinan dan perilaku sosial/masyarakat yang kemudian menghasilkan budaya sosial atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga akan terjadi bagi para anggota organisasi. Hal yang sama juga akan terjadi bagi para anggota organisasi dengan segala nilai, keyakinan,dan perilakunya dalam organisasi yang kemudian menciptakan budaya organisasi. 

Wheelen dan Hunger (1986) secara spesifik mengemukakan sejumlah peranan penting yang dimainkan oleh budaya organisasi, yaitu :

  1. Membantu menciptakan rasa memilki jati diri bagi pekerja
  2. Dapat dipakai untuk mengembangkan keikatan pribadi dengan organisasi
  3. Membantu stabilisasi organisasi sebagai suatu sistem sosial
  4. Menyajikan pedoman perilaku, sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbetuk.
  5. Cara Karyawan Mempelajari Budaya Perusahaan

Proses transformasi budaya oleh karyawan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Cerita

Cerita mengenai bagaimana kerasnya perjuangan pendiri organisasi di dalam memulai usaha sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang merupakan hal yang baik untuk disebarluaskan. Bagaimana sejarah pasang-surut perusahaan dan bagaimana perusahaan mengatasi kemelut dalam situasi tak menentu merupakan kisah yang dapat menodorong dan memotivasi karyawan untuk bekerja keras jika mereka mau memahaminya.

b. Ritual / Upacara-Upacara

Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam perusahaan, tidak jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian hidup perusahaan. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah selamatan mulai musim giling di pabrik gula.

c. Simbol-Simbol Material

Simbol-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam, ruang kantor dan lain-lain, atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang harus diperhatikan sebab dengan              simbol-simbol itulah dapat dengan cepat diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain itu menjadi milik bersama dan dipatuhi anggota organisasi.

d. Bahasa

Dalam suatu organisasi atau perusahaan, tiap bidang, divisi, strata atau semacamnya memiliki bahasa atau jargon yang khas, yang kadang-kadang hanya dipahami oleh kalangan itu sendiri. Hal ini penting karena untuk dapat diterima di suatu lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan, salah satu syaratnya adalah memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu. Dengan demikian menjadi jelas bahwa bahasa merupakan unsur penting dalam budaya perusahaan.

0 Comments:

Posting Komentar