Tampilkan postingan dengan label Romansa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Romansa. Tampilkan semua postingan

Karya : Eka N.

Evita Yulistika Dewi, itulah namanya, dia adalah seorang anak perempuan yang berumur 15 tahun, dia bersekolah duduk di bangku SMP kelas 3 di SMP Negeri Jakarta, dia itu anaknya periang, cantik, juga cerdas, dia juga anak yang manja juga sombong. 

Saya Evita, saya terlahir dari sebuah keluarga yang kaya raya, kedua orangtuaku mempunyai sebuah perusahan besar dan terkenal di Jakarta, saya adalah anak kedua dari 3 bersaudara, kakak saya bernama Violantika dan adik saya bernama Renita. 

Pada pagi hari yang cerah aku awali pagi hari ini dengan lari pagi bersama teman-temanku juga bermain, hari minggu ini bagaikan pelangi yang berwarna-wanri karena sesuai dengan keadaan hari ini yang bermacam-macam, setelah lamanya aku bermain bersama kalian tetapi hanya kali ini aku merasakan keindahan bermain bersama kalian, “Oh, ya iyakita kan sahabat”, kata temanku. Terima kasih sahabatku..., waktu hari ini semakin sore aku pulang dulu ya, akupun pergi dan pulang ke rumah. 


Karya: Annisya D.H.

Alya Sabila Fathiani, sebuah nama yang diberikan oleh orangtua pada 13 tahun yang lalu. 

Aku siswi kelas 8 di SMPN 15 Jakarta, aku anak terakhir dari 3 bersaudara, kakak ku yang pertama seorang pengusaha dia bernama Fadil. Dan kakak ku yang kedua masih kuliah di Perguruan Tinggi Jakarta dia bernama Melati. Orangtuaku bekerja di perusahan yang sama, namun Ibuku bertugas di Inggris dan Ayah bertugas di Amerika, dan mereka telah bercerai ketika aku masih kecil, aku ikut dengan Ibu dan kedua kakak ku ikut dengan Ayah. 

Ketika Ibu di luar negeri, aku merasa kesepian, karena aku hanya ditemani dengan pembantuku yaitu bi Unah, setiap malam aku bercurhat dengan bi Unah. Suatu malam aku bilang sama bi Unah, “Bi, aku kangen deh sama Ibu, kapan sih Ibu pulang?” kemudian bi Unah duduk disampingku dengan berkata, “Sabar ya, mungkin Ibu masih menyelesaikan pekerjaannya, dan jika Alya kengen sama Ibu gimana kalau kita telepon aja.” Aku berpikir sejenak dan berkata dalam hati namun aku terkejut saat bi Unah menepuk punggungku. “Alya ngelamunin apa? Jangan ngelamun gak baik”. “Oh tapi kalau kita telepon Ibu, memangnya Ibu mau angkat gitu? Dulu saja aku tepelon gak diangkat, di-SMS sama di-BBM juga gak dibales, mungkin Ibu sudah tidak perduli lagi sama kita” Kakakku merasa kesal. “Eh gak boleh bicara seperti itu, mungkin Ibu tidak angkat telepon kamu Ibu sibuk, dan apa salahnya kalau kita mencoba untuk menelepon Ibu” kata bi Unah seperti menghiburku. Aku pun mengikuti perkataan bi Unah, dan aku langsung mengambil Handphone yang ada di dekat lampu meja.