Tampilkan postingan dengan label Sekitar Kita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sekitar Kita. Tampilkan semua postingan
Cucuran keringat masih terasa di punggung, begitupun aroma ketek masih semerbak tajam dalam radius kurang lebih 2 meter mengikuti arah angin, tapi kali ini saya sudah tidak sabar ingin berbagi cerita di awan. 

Berawal dari percakapan santai seusai latihan dengan kang Erik di bawah tiang pull up. Sambil selonjoran di atas paving block pinggiran track dan dikelilingi oleh jejak-jejak manusia modern yang katanya jauh lebih cerdas. Bisa tebak bagaimana bentuk jejak-jejak tersebut? Ya, berupa plastik-plastik tak terpakai yang berserakan di area yang seharusnya tanpa dikomando siapapun harus turut menjaga kebersihannya. 

Begitu saja saya nyeletuk pada kang Erik "...a Erik, andai saja anak-anak belum berangkat mengikuti test seleksi TNI mereka, kita bisa bergerak mungutin sampah bareng, pasti seru..." Lalu kang Erik membalas "...kenapa gak kita berdua aja sekarang bergerak? Ayo sambil menuju parkir kita keliling track mungutin sampah!" Kalimat yang begitu kuat nancap di otak saya dari kang Erik. Kami pun langsung bergerak dengan memanfaatkan kantong kresek yang kami dapat dari tempat sampah untuk mengumpulkan sampah-sampak yang berserakan tadi. 

Saat itu kami banyak mendapat tatapan aneh dari beberapa pengunjung di sana, entah apa yang mereka pikirkan, semoga saja pikiran positif untuk kami. Tapi diantara tatapan aneh itu, terdengar suara mungil "Om...om...ini sampahnya" ujar seorang anak SD yang masih memakai seragam olahraga sambil menyodorkan segenggam sampah plastik bekas es sirop dan cilok di tangan kecilnya. Sambil bertingkah khas anak-anak, ia pun mulai memunguti sampah dengan beberapa temannya. Ya ampuun, tindakan anak-anak itu adalah investasi yang sangat berharga bagi saya. 

Selain itu beberapa teman mahasiswa juga mulai memunguti sampah dan memberikannya kepada kami, meskipun hanya sebatas memungut sampah yang ada di hadapan mereka saja, tapi saya anggap ini akan menjadi awal yang baik. 

Dan kami sudah sepakat untuk berusaha melakukan gerakan memungut sampah ini setiap usai latihan, tak perduli hanya kami berdua yang melakukannya. Tapi bagaimanapun kami tetap berharap, akan semakin banyak orang yang tergerak melakukan hal yang sama seperti yang telah kami lakukan, yaitu bergerak memungut sampah di lapang Lokasana Ciamis. 
Saya sangat bersyukur karena tidak jauh dari tempat tinggal saya terdapat lapangan atau area untuk olahraga. Tempatnya cukup nyaman, fasilitas seperti track lari juga cukup baik, walaupun untuk beberapa fasilitas lain dinilai kurang layak. 

Terdapat beberapa area olahraga di daerah tempat tinggal saya yang selalu ramai pengunjung. Ini sangat menyenangkan bagi saya. Tapi ada satu hal yang membuat saya bertanya-tanya, yaitu kenapa diantara semua area olahraga yang ada, tidak satupun yang menyediakan tempat khusus untuk para pedagang kaki lima? 

Bagi saya ini penting, agar orang-orang yang berjualan di area lapangan olahraga tidak sembarangan memilih tempat untuk membuka lapak. Bahkan selama ini masih ada beberapa pedagang yang membuka lapaknya di track lari. Bagaimanapun ini tidak betul, selain menyebabkan rasa tidak nyaman pada pengguna track karena menghalangi jalur, hal itu juga dapat membahayakan karena bisa menyebabkan cedera jika sewaktu-waktu terjadi benturan fisik. Selain untuk kenyamanan pengguna area olahraga, menyediakan tempat khusus untuk pedagang kaki lima juga akan membuat area lapangan menjadi lebih tertata, sehingga dapat menambah keindahan. 

Saya pernah ngobrol-ngobrol dengan pihak pengelola, secara tidak resmi saya menyampaikan apa yang saya pikirkan ini, "...kami akan coba sampaikan aspirasi anda..." katanya. Baiklah, saya mencoba untuk puas, tapi tetap gak lemas. 

Maaf bukannya saya arogan apalagi membenci orang yang berjualan, mereka sedang mencari rejeki, saya dukung, tapi bagaimanapun perlu ditata, sekali lagi agar rasa aman dan nyaman bisa dirasakan oleh semua pihak. Yang mencari sehat aman sentosa, yang mencari rejeki lancar jaya. Merdekalah hidup ini!
Masih nyambung dengan postingan sebelum ini, postingan ini cuma buat ngganjel aja, sih, sebenernya. Sejak saya kumpul dengan sahabat-sahabat saya yang baru saya kenal itu di Lokasana, saya merasa menemukan diri saya kembali, setelah sakian lama. Bentar, saya jelasin dulu tentang kalimat 'sahabat yang baru saya kenal'. Baru kenal kok udah dianggep sahabat? Ya, saya menganggapnya begitu, mungkin karena saya merasa sa' klek banget sama mereka. Kekompakan, kerjasama, pengorbanan, begitu terasa. 'Membangun Lokasana' itu adalah misi kami saat ini. 

Walaupun apa yang kami kerjakan ini sering dianggap mengganggu oleh beberapa pihak, tapi pada faktanya sekarang hasil dari apa yang kami kerjakan selama ini bisa dirasakan oleh banyak orang. Itu adalah salah satu alasan mengapa kami tetap bersemangat. Ini adalah kontribusi kami terhadap salah satu fasilitas publik di daerah kami, kontribusi yang mungkin tak bernilai, begitu kecil, bahkan tidak terlihat. Ya, karena kami bekerja "SENDIRI".

Bingung!!!

Saya bingung dengan kurikulum 2013!

Atau mungkin karena saya kurang mendapat informasi tentang kurikulum 2013 ini? Bisa jadi, sih. 

Tapi kebingungan saya juga bukan tanpa alasan, kebingunan saya juga dapat "dukungan" dari respon teman saya yang sudah lama tidak bertemu. Ketika dia saya tanya pendapatnya tentang kurikulum 2013, dia langsung menyambar dengan jawaban "...musingin!" Duh jadi bingung saya. 

Belum lagi begini, saya kan baca di media bahwa Mendikbud, Bapak Anies Baswedan akan menghentikan kurikulum 2013 sejak  tahun ajaran baru nanti, tapi tadi ada yang bilang beberapa sekolah akan meneruskan kurikulum 2013 dan sebagian lagi memang akan kembali ke kurikulum 2006. Tuh, kan, jadi bingung lagi deh saya. 

Mungkin saya memang ku'in dan kuper mengenai ini. Atau mungkin karena saya lelah. Bodo ah. 

Nanti aja deh saya cari informasi lagi. 

Ngantuk!!!


Bagi saya, buku adalah satu-satunya media baca yang paling bersahabat bagi mata. Dalam keadaan santai, buku yang saya anggap menarik dengan ukuran sekitar 140 x 200 mm / font : 12 / spasi : 1,5 / tebal : 300-an halaman bisa saya selesaikan dalam waktu beberapa jam, tanpa merasa pusing. Berbeda dengan media baca elektronik, semacam e-book, misalnya. Bila e-book tersebut memiliki jumlah halaman yang cukup banyak dan saya harus membacanya hingga selesai, saya memilih untuk mencetaknya terlebih dahulu. Maklum mata saya tidak tahan cukup lama menatap layar monitor. Puyeng. 

Ya, buku yang menarik memang dapat membuat lupa waktu, menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk membaca buku. Tapi pernah, gak, sih, temen-temen membeli sebuah buku karena melihat tampilan jilid yang menarik dengan judul yang provokatif? Saya ada beberapa. Dan pada akhirnya buku tersebut tidak selesai dibaca. Tertunda. Dan entah kapan akan dibuka lagi, karena saya lebih memilih membaca buku yang lain. Atau jika memang harus diselesaikan, saya harus mencari alasan yang dapat memoptivasi, atau menunggu momen 'Tak Ada Pilihan Lain'.

Eh tapi bukan berarti buku yang saya anggap tidak menarik itu jelek. Yang membuat buku tersebut tidak menarik bisa saja karena cara penyajian buku yang tidak sesuai dengan selera. Menarik bagi orang lain belum tentu menarik bagi kita. Bagi saya itu memang tidak bisa dipaksakan. 

Nah, buat temen-temen, buku menarik apa yang sekarang sedang kalian baca?
"Aduh data tugas gue kehapus / gak kebuka / corrupt / error / ketelen...mana gak ada bek-ap-an nya lagih!!!"

Keluhan macam itu sering banget saya dengar dari mulut beberapa teman, terutama yang masih berstatus pelajar. Kadang saya jadi greget sendiri, apa mereka gak kepikiran untuk membuat data cadangan? Apalagi sekarang sudah ada teknologi cloud drive, sayang banget jika tidak dimanfaatkan. 

Bagi saya yang berada di tempat dimana koneksi internet tersedia dengan cukup baik, nitip data di awan jadi salah satu andalan, saya anggap itu tempat yang cukup aman, asalkan akun penitipan data kita dirawat dengan baik, toh Mas Gatot Kaca sama Bro Supermen juga pasti males ngoprek data saya.   

Membuat data cadangan itu sangat penting, apapun medianya, yang penting ketika kita membutuhkannya kita bisa mengaksesnya dengan mudah. Jadi buat temen-temen, biasakan untuk membuat data cadangan, ya! Ah sebenernya itu bukan sesuatu yang harus diajari, sih. 
Mungkin saya agak telat menulis hal yang saya bahas pada postingan kali ini, tadinya saya ingin menulis di blog jauh sejak masa-masa sosialisasi, tapi ternyata saya hanya sempat menuliskannya di Twitter, tapi tak apa lah, asal jangan sampai telat 3 bulan aja. 

Mulai tanggal 1 Desember 2014 yang lalu penerapan denda bagi pembuang sampah di kota Bandung resmi diberlakukan. Menurut Walikota Bandung, Kang Ridwan Kamil, karena masih dalam tahap sosialisasi, pada satu minggu pertama, sanksi masih berupa teguran secara langsung terhadap pihak yang ketahuan membuang sampah sembarangan (belum ada denda), namun pada pekan kedua atau mulai tanggal 8 Desember 2014 (?) denda mulai diberlakukan. 

Besaran denda bagi pembuang sampah tersebut mulai dari Rp. 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) hingga Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah). Nah puyeng, kan, lo?

Punya banyak temen yang pandai mengutarakan opini dengan latar belakan dan pandangan yang berbeda-beda itu memang asik campur greget, walau kadang bikin mumet. Kalau lagi ngumpul gak bakal mati gaya, selalu saja ada yang diomongin, semacam diskusi, walau tak jarang malah jadi debat kusir dengan segala ke-sotoyan-nya, masih mending kalo sotoynya rada ilmiah, lah ini sotoynya dua puluh empat karat. 

Saya yang sejak lahir males mikir ini hanya jadi pendengar yang baik, melongo merhatiin orang berbincang sambil sesekali ngisi mulut dengan kacang. Tapi kadang gatel juga ingin nimpalin pendapat orang, dan akhirnya nyeletuk ganteng. 

Terlebih akhir-akhir ini, suasana politik di Negara Kesatuan Republik Indonesia lagi gemes-gemesnya, makin banyak bahan, deh, tuh para Pendekar debat. 

Merasa bersyukur saya tidak pernah terpancing untuk bersikap ekstrim terhadap pendapat/opini/pandangan orang lain. Seaneh apapun pandangannya tersebut, Saya selalu berusaha untuk tidak membencinya, terlebih memutuskan tali silaturahmi dengannya. Karena jika sampai begitu, justru akan tidak baik untuk diri kita sendiri, kita akan memiliki pandangan yang homogen, atau lebih parah malah jadi alodoxaphobia, mendingan jadi skaphobia bisa goyang hepi. 

Di dunia maya juga gitu, tuitter, misalnya. Saya banyak belajar dari twitter, karena disanalah gudangnya opini yang natural, murni dari otak para penghuninya. Ada beberapa teman saya yang bercerita kalo mereka lebih memilih untuk unfollow akun yang selalu berbeda pandangan dengannya. Itu hak masing-masing individu, sih, untuk memilih siapa yang ingin dia dengar dan siapa yang ingin dia jadikan pendengar. Tapi bagi saya, hanya membaca pandangan-pandangan yang sama dengan pandangan kita itu gak fair, gak akan ada penyeimbang, gak akan ada yang mengkritisi. 

Contohnya, di twitter saya mem-follow satu akun yang kerap mengkritik (menghina?) Islam. Saya asik-asik aja, saya tetap mengukuti dia, karena bagi saya itu menarik. Saya jadi tahu sisi lain dari pandangan orang terhadap agama yang saya anut. Hikmahnya, saya jadi tertarik mencari tahu hal tentang hal yang dia kritik, akhirnya pengetahuan saya tentang Islam bertambah. Itu salah satu contonya. Ambil positifnya napa?

Jadi ya...gitu, deh. 

Bagi saya, salah satu kesulitan yang saya alami saat menghadapi bulan puasa seperti sekarang adalah sulitnya mengatur jadwal olah raga. Bahkan boleh dibilang selama bulan puasa aktivitas olah raga saya berhenti, kecuali ngepel, ngangkut air, nyuci baju dan nganterin Mamah ke pasar.

Jadwal olah raga tersandra, jogging pun tiada, padahal itu adalah salah satu olah raga yang saya banggakan. Olah raga yang satu ini cukup menjadi candu buat saya. Hampir setiap pagi saya sempatkan untuk melakukannya, kecuali kalau di pagi hari nya ada acara mendadak yang tidak bisa diganggu gugat, semacam mules akut, misalnya. 

Untuk saya pribadi, lari pagi itu penting, karena dapat membatu tubuh agar tetap stabil dan fit. Lagipula, ketika kita mengeluarkan keringat, itu berarti tubuh kita juga mengeluarkan racun-racun yang bersarang dalam tubuh, kan, ya? Sayangnya dosa-dosa tak ikut keluar.

Selain dapat menjaga stabilitas tubuh, lari pagi juga baik untuk kesehatan mata saya, khususnya disaat-saat tertentu seperti hari libur. Bagaimana tidak, saat-saat libur seperti itu bakal bertebaran deh mahluk-mahluk manis berwajah istriable disana. Cuci mata, bro. Siapa tahu hasil dobel akan segera berpihak, tubuh menjadi sehat, calon istri pun dapat. Ah itumah hanya pengharapan lelaki berspesies lajang macam saya. Lupakan!

Sebenarnya bukan mustahil berolah raga di bulan puasa. Idealnya dilakukan satu jam sebelum berbuka, dengan begitu energi yang sudah terkuras akan langsung terbarukan saat berbuka, sehingga tubuh akan terhindar dari dehidrasi. Tapi sayangnya saya tidak mempunyai cukup waktu untuk berolah raga disore hari. Apa boleh buat.


Bagi orang yang merupakan pemula dalam dunia usaha seperti saya, mengamalkan kata ‘FOKUS’ itu tidak mudah. Mungkin dalam hal ini faktor usia juga cukup berpengaruh, masih ingin coba-coba (labil?), secara usia saya masih diatas ABG dikit, yaa masih pantes lah jadi pacar Chelsea Islan.  

*fokus*

Dalam proses menjalankan sebuah ide usaha, sering kali di tengah jalan kita akan menemukan ide-ide baru yang dinilai lebih segar. Loh, bukannya itu akan berpengaruh baik untuk perkembangan sebuah usaha? Ya, itu memang dapat memberi pengaruh baik, tapi jika tidak disertai dengan manajemen yang baik, bisa jadi itu malah akan menjadi pengalih perhatian, sehingga kita menjadi tidak fokus pada ide usaha pertama. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, karena profit dari ide usaha baru tersebut lebih menjanjikan, misalnya. 

Saya sudah melihat banyak contoh. Seorang kawan yang membuka usaha jasa dibidang IT, tiba-tiba mulai tergiur untuk memulai usaha ternak Lele. Dan sekarang dia sudah mantanan dengan usaha pertamanya. Lagian siapa juga yang mau  jika  dinomor duakan setelah Lele, gak mau juga, kan? Sudahlah, dia memang gitu, kok.

“Sekecil apapun usahamu, jangan sekali-kali menganggap itu sebagai usaha sampingan”, kata seorang teman. Mungkin artinya kita memang harus fokus, itu kuncinya. Sekali kita mengesampingkan, bisa jadi selajutnya kita akan mengabaikan, padahal kelak ide yang sedang dikembangkan akan menjadi sangat dibutuhkan oleh banyak orang. 

Tapi saya selalu ngacungin empat jempol, kalau perlu lima jempol untuk orang (terutama kaum muda) yang memiliki lebih dari satu cabang usaha, dan dia padat tetap fokus pada setiap usahanya tersebut. Itu keren operlod namanya. Semoga semakin banyak kaum muda Indonesia yang seperti demikian. 

Senja - Olympus FE5020
Sudah lama tidak menikmati senja di atas bukit 
Dengan semilir angin menampar bosan 
Dimana aku bisa berdiri lepas penuh obsesi
Seakan merajai hamparan kota berbentuk wajan 

Disana bisa ku buang rasa sakit 

Walaupun hanya sementara
Tapi setidaknya bisa kudapat setitik inspirasi
Untuk menghadapi hidup dan kembali menjalaninya

Suasana senja di atas bukit
Sepertinya aku sakau akan itu
Ketika kegundahan sedang melanda jiwa, keindahan makna lagu "Bila Waktu Telah Berakhir" dari Opick akan sukses membuat kedua mataku berkaca-kaca. Ketika kepenatan dunia meluluhlatakkan semangatku, alunan lirik lagu "Dust In The Wind" dari Kansas kerapkali sanggup membuatku merasa lebih tenang.

Konon katanya, perasaan seseorang akan sangat mudah tersentuh, salah satunya adalah ketika jiwanya sedang berada dalam kelabilan dan ketidakpastian. 

Hari ini, aku merasa biasa saja. Tak ada kegundahan apalagi kegalauan. Tapi, rasanya ada sesuatu yang telah memberi "cambukkan" pada diriku setelah aku membaca tulisan yang terkemas dengan sangat elegan di blog Mas Zachroni Sampurno. 

Mungkin saja akan ada yang menganggap ini terlalu berlebihan. Terserah!!! yang pasti tulisan itu telah memberiku pelajaran tentang pentingnya ketenangan dalam bersikap. Selama ini aku merasa terkadang masih belum bisa mengendalikan diri saat menghadapi suatu permasalahan. Emosi yang meletup-letup. Pertimbangan yang belum matang. Terlalu berambisi (?). Entahlah.

Ahh...ini hanya sebuah renungan malam saja. Aku sangat berterima kasih kepada sang penulis yang selalu tampak keren dimataku. *mendadak gombal*

Terima Kasih Mas Zach.

Atas musibah yang telah menimpa Mas Zach, aku turut berduka. Dan untuk Arien, semoga sukses dan pulang dengan selamat dari Singapura sana. Amin.

Miris rasanya jika mendengar ada upah pekerja yang belum dibayar melewati batas waktu yang sudah seharusnya, bahkan hingga berbulan-bulan. Termasuk ketika aku mendengar curhatan seorang kawan yang berprofesi sebagai buruh bangunan. Upah yang seharusnya ia terima pada setiap minggu, malah tak kunjung dapat ia genggam. Katanya sih alasannya sepele, bos-nya sedang di luar kota.

Bagaimanapun, sebagai seseorang yang pernah menjadi karyawan, tentunya aku sangat bisa memahami bagaimana rasanya jika hak yang sudah waktunya aku terima malah tertahan di "brangkas" kantor. Terlebih bagi kawanku yang dikejar-kejar kewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga kecilnya itu, apakah sang bos tidak berpikir sampai sana? Dalam hal ini, rasanya keterlaluan jika si bos menganggap mengulur waktu adalah sebuah kewajaran, karena yang namanya urusan perut mana bisa ditunda-tunda!

Ini menjadi satu pelajaran buatku. Terlepas dari berbagai kendala yang terjadi ditubuh internal pihak pengguna jasa para pekerja, tetap saja hak para pekerja tidak dapat dianggap sepele. 

Aku jadi teringat sepotong kalimat dari Uwa saat beliau memberiku wejangan beberapa tahun lalu, dan potongan kalimat ini benar-benar terpatri dipikiranku "Bayarlah upah orang yang membantumu menyelesaikan pekerjaanmu, sebelum keringat mereka mengering!"
Mungkin ini akan menjadi pertanyaan bodoh dariku. 

Seseorang yang aku kenal dan termasuk sangat aku hargai memohon bantuanku. Pastinya tanpa pikir panjang lagi aku langsung mengiyakan permohonan beliau tersebut. Dan tentu saja aku akan melakukanya dengan senang hati.

Bagaimanapun, dalam hal ini sama sekali aku tidak berharap apalagi berniat untuk mengharapkan balasan atas pertolongan yang sudah aku berikan. Ikhlas. Itu saja. 

Tapi, ketika aku selesai menunaikan tugas yang diberikan, beliau pun malah berusaha memberiku bayaran (berupa uang, tentunya). Sontak saja, secara halus aku berusaha untuk menolak pemberiannya tersebut. Karena niat awalku menerima permohonannya adalah ikhlas. Tanpa pamrih. Tapi beliau tetap saja memaksa. 

"Kok makin kurusan?" pertanyaan itulah yang kerap aku terima akhir-akhir ini, terutama ketika aku bertemu dengan kawan-kawanku di Bandung sana. Kalau berbicara soal perkurusan, sepertinya kondisi ini mulai menimpaku semenjak aku usia SD, soalnya bila melihat foto-foto masa kecilku sebelum masuk sekolah, aku tampak montok gilak, bahkan katanya saat itu aku dijuluki "Pentil Buta" (artinya tanya aja sama Mamang) Malahan kata Ibu, saat aku masih ditimbang di Posyandu, aku selalu mendapat nilai 10 di KMS (Kartu Menuju Sehat), itu artinya catatan status giziku termasuk yang paling keren.

Saat melihat foto-fotoku ketika sudah masuk Sekolah Dasar, tubuhku tampak sudah mulai nyusut, entah kenapa, padahal katanya pola makanku tidak terganggu, aku termasuk anak yang lahap makan, mungkin karena sekolah, karena semenjak SD aku sudah lumayan aktif dalam kegiatan-kegiatan sekolah terutama bidang olahraga.
Mohon koreksinya bila aku salah.

Tapi, sebagai seseorang yang tidak ingin 'gila hormat' dalam menulis, aku masih saja belum dapat benar-benar memahami tentang apa yang disebut dengan 'kualitas' sebuah tulisan. Sebenarnya apa sih kriterianya agar sebuah tulisan dapat digolongkan sebagai tulisan yang berkualitas secara keselurhan? Makanya aku pribadi sih lebih ingin menyikapi sebuah tulisan itu dengan menyebutnya 'menarik' dan 'tidak menarik' (bagiku), karena dengan begitu aku mengambil penilaian dari cara berpikirku, seleraku dan kebutuhanku secara pribadi, tidak memberi penilaian secara keseluruhan dengan menyebutnya 'berkualitas' dan 'tidak berkualitas', karena tulisan yang nemarik bagi orang lain, belum tentu menarik bagiku, begitu juga sebaliknya. Sekali lagi, ini adalah menyangkut kebutuhan masing-masing pribadi.

Dalam mencari bahan bacaan untuk mengisi waktu senggang, biasanya aku mencari tulisan yang renyah-renyah saja, yang tidak mengintimidasi otak dan tidak terlalu panjang. Otakku memang tak terlalu akur dengan tulisan yang terlalu panjang, apalagi bertele-tele. Makanya punyaku pendek. Maksudnya tulisan-tulisanku.

Kebiasaanku yang sangat jarang mengecek ulang uang kembalian usai bertransaksi, membuatku kerap pendapatkan uang lusuh dari uang kembalian itu. Beberapa kali uang lusuh tersebut aku dapatkan dari pom bensin, warung kecil, warteg, dan dari abang parkir pun pernah. Bahkan dari beberapa tempat tersebut, aku pernah mendapatkan uang yang kondisinya sudah sobek total tanpa ada potongan sobekannya. Untungnya nominal uang lusuh yang aku dapatkan tersebut biasanya tak terlalu besar, hanya berkisar diantara uang seribuan sampai lima ribuan. Tapi gimanapun juga tetep aja dongkol.

Miris juga sih, sepertinya tidak sedikit uang lusuh lain yang beredar ditengah masyarakat kita. Celakanya, kebanyakan uang lusuh tengah beredar dikalangan masyarakat kecil, yang pastinya sekecil apapun nominal uang akan dirasa sangat bernilai, sedangkan belum tentu uang lusuh pake banget tersebut bisa ditransaksikan kembali. 

Sayup-sayup terdengar adzan awal mengalun lembut memecah keheningan dini hari. Jemariku pun terhenti dari tariannya diatas tombol-tombol QWERTY. Haaahhh...rasanya aku ingin menghela napas. Alhamdulillah, untuk kesekian harinya mataku melek dengan mulus hingga waktu sahur tiba. 

Sebenarnya aku memang sudah terbiasa begadang kayak gini. Dulu, waktu masih tinggal di Bandung, aku sering menghabiskan waktu malam hingga subuh hanya untuk bermain game dengan kawan-kawan, maklum lah dulu aku memang gamer agak sejati. Dan kini, kebiasaan begadangku terulang lagi disini, bedanya sekarang aku begadang dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas. Ini menyangkut tanggung jawab. Dan bagaimanapun semua itu patut aku syukuri.

Hahhh...aku anggap tulisan ini adalah sebagai "pencuci mulut" setelah menelan habis waktu malam ini. Mau bobok kayaknya tanggung banget, soalnya aroma sayur asem Ibu udah menghantam bulu hidungku. Ah nanti aja tidurnya selepas shalat subuh. 

Dan yang pasti aku harus siap-siap, karena pagi hari nanti aku akan bertemu lagi sama Vampire ganteng di cermin kamar mandi. Muehehe.

Ya sudah, selamat makan sahur bagi yang menjalankannya. :-)
"Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian" -Pramoedya Ananta Toer-

Ya, hampir dua bulan tidak menulis sesuatu disini, rasanya aku sudah kehilangan salah satu mimpiku. Memang terdengar agak berlebihan sih, tapi aku yakin, untuk seseorang yang sudah terbiasa mecurahkan pemikiran dan berinteraksi lewat tulisan, pasti akan berpikir sama denganku. Yaah setidaknya dengan tidak menulis dalam jangka waktu yang cukup lama, pasti akan merasa ada kebiasaan baik yang hilang. 

Seperti dalam istilah dunia kewirausahaan "Mengkaji tanpa aksi" sama saja membelenggu pencapaian / kesuksesan (dalam usaha.) Begitu juga aku rasakan dalam dunia tulisan, hanya membaca tanpa berkarya (menghasilkan sebuah tulisan,) sama saja dengan tumpukan ilmu yang hanya jadi "sampah" di otak.  

Oke, mungkin aku adalah salah satu dari jutaan orang yang masih dalam tahap belajar untuk menjadi seorang Penulis seutuhnya. Yang masih memelihara keluh seperti "Sebenarnya ide sudah ada, tapi aku terlalu sibuk untuk menulis" atau "Sebenarnya aku ingin menulis, tapi bingung mau nulis apa.

#Yaelahh, bro!

Dan...atas nama rindu tulisan, aku membuat rangkaian kata berbau keluhan. Dan atas nama rindu kalian, aku membuat sapaan tanpa nama. 

Salam. :)

Akhir-akhir ini aku lagi seneng-senengnya dengerin lagu-lagunya Kang Jamie Aditya. Belakangan ini aku memang jadi agak nge-soul hihihi. 

Sebenarnya aku gak sengaja juga dengerin lagunya Kang Jamie ini, toh aku gak tau juga kalo dia ternyata juga seorang penyanyi, karena setahuku dia hanya seorang Pembawa Acara dan Aktor saja. Ketika pertama kali mendengarkan salah satu lagunya yang berjudul "Shine On" aku langsung suka lagu itu, padahal aku termasuk orang yang gak gampang suka sama sebuah lagu dan hanya ada beberapa lagu saja yang sanggup membuatku langsung jatuh cinta pada alunan pertama #jhiee. Gak tau juga sih ya, aku hanya merasa ada sesuatu yang beda aja pada cara pengemasan lagu-lagunya Kang Jamie ini. 

Lagu-lagunya Kang Jamie memang termasuk musik modern dengan ciri khasnya yaitu simple dan easy listening, tapi ada "cara baru" dan anti mainstream disana, yang mampu mematahkan pahamku selama ini yang menilai bahwa musik keren itu adalah musik yang rumit dan memerlukan skill kelas wahid untuk membawakannya, seperti lagu-lagunya Dream Theater, misalnya. 

Jadi, untuk menjadi menarik itu kayaknya memang tak selalu harus terlihat rumit. Terkesan sederhana tapi menyajikan sesuatu yang beda, justru akan terasa lebih nancep dihati. Iya gak sih?