#Urang Sunda

Sakumaha biasa, tadi kuring nyaring jam lima isuk-isuk. Pak kuniang tina luhur kasur, terus jrut napakkeun dampal suku kana tehel nu tiis matak murigrig. Lengkah suku kuring ngarah ka kamar mandi, niat keur wudhu. Beres sholat subuh, kuring langsung beberes sasapu, ngepel, ngumbah motor, ngan mandi nu henteu teh, nu penting mata bebas cileuh we heula. Bae lah disebut dokok oge, Ucing oge tara mandi geuningan lumpatna tarik. 

Beres bebenah, kuring langsung ngajius ka lapangan, biasa...ngala kesang. Isuk-isuk tadi panon poe meuni moncorong, cerah, enakeun keur olahraga mah, teu matak malik tiis kana awak. Teu cigah sababaraha poe katukang, isuk-isuk geus aleum, sesa hujan peutingna, meureun. Barudak Lokasana geus karumpul, siap-siap ngamimitian latihan. Duh awak kuring keur kurang jag-jag, euy, asa laleuleus, maklum geus lima poe ieu kuring digeder latihan, makana latihan ayeuna moal diporsir teuing, ah, bisi paeh.

Masih nyambung dengan postingan sebelum ini, postingan ini cuma buat ngganjel aja, sih, sebenernya. Sejak saya kumpul dengan sahabat-sahabat saya yang baru saya kenal itu di Lokasana, saya merasa menemukan diri saya kembali, setelah sakian lama. Bentar, saya jelasin dulu tentang kalimat 'sahabat yang baru saya kenal'. Baru kenal kok udah dianggep sahabat? Ya, saya menganggapnya begitu, mungkin karena saya merasa sa' klek banget sama mereka. Kekompakan, kerjasama, pengorbanan, begitu terasa. 'Membangun Lokasana' itu adalah misi kami saat ini. 

Walaupun apa yang kami kerjakan ini sering dianggap mengganggu oleh beberapa pihak, tapi pada faktanya sekarang hasil dari apa yang kami kerjakan selama ini bisa dirasakan oleh banyak orang. Itu adalah salah satu alasan mengapa kami tetap bersemangat. Ini adalah kontribusi kami terhadap salah satu fasilitas publik di daerah kami, kontribusi yang mungkin tak bernilai, begitu kecil, bahkan tidak terlihat. Ya, karena kami bekerja "SENDIRI".

Lega banget rasanya, kalau kata orang sunda mah "asa bucat bisul", karena mimpi kami membangun Pull Up Bar di Lapangan/Taman Lokasana Ciamis akhirnya bisa terwujud. Tapi sebelum saya bercerita lebih jauh, saya perkenalkan para anak muda harapan bangsa yang sudah rela mengorbankan sebagian harta dan tenaganya dalam usaha mewujudkan rencana yang sudah cukup lama tertunda ini. 

Bingung!!!

Saya bingung dengan kurikulum 2013!

Atau mungkin karena saya kurang mendapat informasi tentang kurikulum 2013 ini? Bisa jadi, sih. 

Tapi kebingungan saya juga bukan tanpa alasan, kebingunan saya juga dapat "dukungan" dari respon teman saya yang sudah lama tidak bertemu. Ketika dia saya tanya pendapatnya tentang kurikulum 2013, dia langsung menyambar dengan jawaban "...musingin!" Duh jadi bingung saya. 

Belum lagi begini, saya kan baca di media bahwa Mendikbud, Bapak Anies Baswedan akan menghentikan kurikulum 2013 sejak  tahun ajaran baru nanti, tapi tadi ada yang bilang beberapa sekolah akan meneruskan kurikulum 2013 dan sebagian lagi memang akan kembali ke kurikulum 2006. Tuh, kan, jadi bingung lagi deh saya. 

Mungkin saya memang ku'in dan kuper mengenai ini. Atau mungkin karena saya lelah. Bodo ah. 

Nanti aja deh saya cari informasi lagi. 

Ngantuk!!!


Bagi saya, buku adalah satu-satunya media baca yang paling bersahabat bagi mata. Dalam keadaan santai, buku yang saya anggap menarik dengan ukuran sekitar 140 x 200 mm / font : 12 / spasi : 1,5 / tebal : 300-an halaman bisa saya selesaikan dalam waktu beberapa jam, tanpa merasa pusing. Berbeda dengan media baca elektronik, semacam e-book, misalnya. Bila e-book tersebut memiliki jumlah halaman yang cukup banyak dan saya harus membacanya hingga selesai, saya memilih untuk mencetaknya terlebih dahulu. Maklum mata saya tidak tahan cukup lama menatap layar monitor. Puyeng. 

Ya, buku yang menarik memang dapat membuat lupa waktu, menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk membaca buku. Tapi pernah, gak, sih, temen-temen membeli sebuah buku karena melihat tampilan jilid yang menarik dengan judul yang provokatif? Saya ada beberapa. Dan pada akhirnya buku tersebut tidak selesai dibaca. Tertunda. Dan entah kapan akan dibuka lagi, karena saya lebih memilih membaca buku yang lain. Atau jika memang harus diselesaikan, saya harus mencari alasan yang dapat memoptivasi, atau menunggu momen 'Tak Ada Pilihan Lain'.

Eh tapi bukan berarti buku yang saya anggap tidak menarik itu jelek. Yang membuat buku tersebut tidak menarik bisa saja karena cara penyajian buku yang tidak sesuai dengan selera. Menarik bagi orang lain belum tentu menarik bagi kita. Bagi saya itu memang tidak bisa dipaksakan. 

Nah, buat temen-temen, buku menarik apa yang sekarang sedang kalian baca?
"Aduh data tugas gue kehapus / gak kebuka / corrupt / error / ketelen...mana gak ada bek-ap-an nya lagih!!!"

Keluhan macam itu sering banget saya dengar dari mulut beberapa teman, terutama yang masih berstatus pelajar. Kadang saya jadi greget sendiri, apa mereka gak kepikiran untuk membuat data cadangan? Apalagi sekarang sudah ada teknologi cloud drive, sayang banget jika tidak dimanfaatkan. 

Bagi saya yang berada di tempat dimana koneksi internet tersedia dengan cukup baik, nitip data di awan jadi salah satu andalan, saya anggap itu tempat yang cukup aman, asalkan akun penitipan data kita dirawat dengan baik, toh Mas Gatot Kaca sama Bro Supermen juga pasti males ngoprek data saya.   

Membuat data cadangan itu sangat penting, apapun medianya, yang penting ketika kita membutuhkannya kita bisa mengaksesnya dengan mudah. Jadi buat temen-temen, biasakan untuk membuat data cadangan, ya! Ah sebenernya itu bukan sesuatu yang harus diajari, sih. 
Mungkin saya agak telat menulis hal yang saya bahas pada postingan kali ini, tadinya saya ingin menulis di blog jauh sejak masa-masa sosialisasi, tapi ternyata saya hanya sempat menuliskannya di Twitter, tapi tak apa lah, asal jangan sampai telat 3 bulan aja. 

Mulai tanggal 1 Desember 2014 yang lalu penerapan denda bagi pembuang sampah di kota Bandung resmi diberlakukan. Menurut Walikota Bandung, Kang Ridwan Kamil, karena masih dalam tahap sosialisasi, pada satu minggu pertama, sanksi masih berupa teguran secara langsung terhadap pihak yang ketahuan membuang sampah sembarangan (belum ada denda), namun pada pekan kedua atau mulai tanggal 8 Desember 2014 (?) denda mulai diberlakukan. 

Besaran denda bagi pembuang sampah tersebut mulai dari Rp. 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) hingga Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah). Nah puyeng, kan, lo?

Punya banyak temen yang pandai mengutarakan opini dengan latar belakan dan pandangan yang berbeda-beda itu memang asik campur greget, walau kadang bikin mumet. Kalau lagi ngumpul gak bakal mati gaya, selalu saja ada yang diomongin, semacam diskusi, walau tak jarang malah jadi debat kusir dengan segala ke-sotoyan-nya, masih mending kalo sotoynya rada ilmiah, lah ini sotoynya dua puluh empat karat. 

Saya yang sejak lahir males mikir ini hanya jadi pendengar yang baik, melongo merhatiin orang berbincang sambil sesekali ngisi mulut dengan kacang. Tapi kadang gatel juga ingin nimpalin pendapat orang, dan akhirnya nyeletuk ganteng. 

Terlebih akhir-akhir ini, suasana politik di Negara Kesatuan Republik Indonesia lagi gemes-gemesnya, makin banyak bahan, deh, tuh para Pendekar debat. 

Merasa bersyukur saya tidak pernah terpancing untuk bersikap ekstrim terhadap pendapat/opini/pandangan orang lain. Seaneh apapun pandangannya tersebut, Saya selalu berusaha untuk tidak membencinya, terlebih memutuskan tali silaturahmi dengannya. Karena jika sampai begitu, justru akan tidak baik untuk diri kita sendiri, kita akan memiliki pandangan yang homogen, atau lebih parah malah jadi alodoxaphobia, mendingan jadi skaphobia bisa goyang hepi. 

Di dunia maya juga gitu, tuitter, misalnya. Saya banyak belajar dari twitter, karena disanalah gudangnya opini yang natural, murni dari otak para penghuninya. Ada beberapa teman saya yang bercerita kalo mereka lebih memilih untuk unfollow akun yang selalu berbeda pandangan dengannya. Itu hak masing-masing individu, sih, untuk memilih siapa yang ingin dia dengar dan siapa yang ingin dia jadikan pendengar. Tapi bagi saya, hanya membaca pandangan-pandangan yang sama dengan pandangan kita itu gak fair, gak akan ada penyeimbang, gak akan ada yang mengkritisi. 

Contohnya, di twitter saya mem-follow satu akun yang kerap mengkritik (menghina?) Islam. Saya asik-asik aja, saya tetap mengukuti dia, karena bagi saya itu menarik. Saya jadi tahu sisi lain dari pandangan orang terhadap agama yang saya anut. Hikmahnya, saya jadi tertarik mencari tahu hal tentang hal yang dia kritik, akhirnya pengetahuan saya tentang Islam bertambah. Itu salah satu contonya. Ambil positifnya napa?

Jadi ya...gitu, deh. 

Bagi saya, salah satu kesulitan yang saya alami saat menghadapi bulan puasa seperti sekarang adalah sulitnya mengatur jadwal olah raga. Bahkan boleh dibilang selama bulan puasa aktivitas olah raga saya berhenti, kecuali ngepel, ngangkut air, nyuci baju dan nganterin Mamah ke pasar.

Jadwal olah raga tersandra, jogging pun tiada, padahal itu adalah salah satu olah raga yang saya banggakan. Olah raga yang satu ini cukup menjadi candu buat saya. Hampir setiap pagi saya sempatkan untuk melakukannya, kecuali kalau di pagi hari nya ada acara mendadak yang tidak bisa diganggu gugat, semacam mules akut, misalnya. 

Untuk saya pribadi, lari pagi itu penting, karena dapat membatu tubuh agar tetap stabil dan fit. Lagipula, ketika kita mengeluarkan keringat, itu berarti tubuh kita juga mengeluarkan racun-racun yang bersarang dalam tubuh, kan, ya? Sayangnya dosa-dosa tak ikut keluar.

Selain dapat menjaga stabilitas tubuh, lari pagi juga baik untuk kesehatan mata saya, khususnya disaat-saat tertentu seperti hari libur. Bagaimana tidak, saat-saat libur seperti itu bakal bertebaran deh mahluk-mahluk manis berwajah istriable disana. Cuci mata, bro. Siapa tahu hasil dobel akan segera berpihak, tubuh menjadi sehat, calon istri pun dapat. Ah itumah hanya pengharapan lelaki berspesies lajang macam saya. Lupakan!

Sebenarnya bukan mustahil berolah raga di bulan puasa. Idealnya dilakukan satu jam sebelum berbuka, dengan begitu energi yang sudah terkuras akan langsung terbarukan saat berbuka, sehingga tubuh akan terhindar dari dehidrasi. Tapi sayangnya saya tidak mempunyai cukup waktu untuk berolah raga disore hari. Apa boleh buat.


Bagi orang yang merupakan pemula dalam dunia usaha seperti saya, mengamalkan kata ‘FOKUS’ itu tidak mudah. Mungkin dalam hal ini faktor usia juga cukup berpengaruh, masih ingin coba-coba (labil?), secara usia saya masih diatas ABG dikit, yaa masih pantes lah jadi pacar Chelsea Islan.  

*fokus*

Dalam proses menjalankan sebuah ide usaha, sering kali di tengah jalan kita akan menemukan ide-ide baru yang dinilai lebih segar. Loh, bukannya itu akan berpengaruh baik untuk perkembangan sebuah usaha? Ya, itu memang dapat memberi pengaruh baik, tapi jika tidak disertai dengan manajemen yang baik, bisa jadi itu malah akan menjadi pengalih perhatian, sehingga kita menjadi tidak fokus pada ide usaha pertama. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, karena profit dari ide usaha baru tersebut lebih menjanjikan, misalnya. 

Saya sudah melihat banyak contoh. Seorang kawan yang membuka usaha jasa dibidang IT, tiba-tiba mulai tergiur untuk memulai usaha ternak Lele. Dan sekarang dia sudah mantanan dengan usaha pertamanya. Lagian siapa juga yang mau  jika  dinomor duakan setelah Lele, gak mau juga, kan? Sudahlah, dia memang gitu, kok.

“Sekecil apapun usahamu, jangan sekali-kali menganggap itu sebagai usaha sampingan”, kata seorang teman. Mungkin artinya kita memang harus fokus, itu kuncinya. Sekali kita mengesampingkan, bisa jadi selajutnya kita akan mengabaikan, padahal kelak ide yang sedang dikembangkan akan menjadi sangat dibutuhkan oleh banyak orang. 

Tapi saya selalu ngacungin empat jempol, kalau perlu lima jempol untuk orang (terutama kaum muda) yang memiliki lebih dari satu cabang usaha, dan dia padat tetap fokus pada setiap usahanya tersebut. Itu keren operlod namanya. Semoga semakin banyak kaum muda Indonesia yang seperti demikian.