Tampilkan postingan dengan label Sekitar Kita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sekitar Kita. Tampilkan semua postingan
Pada tanggal 4 Juni 2012 yaitu hari ini telah terjadi beberapa peristiwa yang cukup bersejarah. Diantaranya yaitu telah terjadi Gerhana Bulan Sebagian di langit Indonesia yang dimulai sekitar pukul 18 WIB. Dan juga telah terjadi Gempa pada pukul 18:17 WIB yang berkekuatan sekitar 6.1 Skala Richter, diketahui pusat gempa berada di kebalaman 24 Kilometer dan berjarak 121 Kilometer dari Sukabumi.

Selain peristiwa penting yang baru saja terjadi di Indonesia, ternyata ada banyak peristiwa penting yang telah terjadi pada tanggal 4 Juni ini. Ada yang sedang punya waktu luang?, yuk kita intip-intip!


Mungkin topik pada postingan kali akan lebih tepat jika di-publish pada tiga hari yang lalu, tepatnya pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia, tapi sepertinya lebih baik terlambat baripada tidak sama sekali, iya gak?!. Yapp...kali ini saya ingin berisik soal barang yang menurut saya adalah salah satu barang paling absurd yang pernah ditemukan manusia, yaitu ROKOK.

Menurut informasi yang saya dapatkan dari beberapa sumber, ternyata sejarah rokok dimulai dari Benua Amerika. Saat itu Bangsa asli Benua Amerika khususnya Suku Indian, Suku Maya dan Aztec yang menghisap rokok untuk keperluan upacara ritual mereka, seperti ritual persembahan pada Dewa atau memanggil Roh.

Nah kenapa kok sekarang rokok malah menjadi gaya hidup bagi para penghisapnya?. Menurut catatan sejarahnya sih ini berawal dari Bangsa Eropa ketika menemukan Benua Amerika sekitar Abad ke-16. Mereka memperhatikan Bangsa Indian yang sedang melakukan Ritual dengan menghisap tembakau, lalu beberapa dari Bangsa Eropa itu ikut-ikutan mencoba menghisap tembakau tersebut. Entah mungkin terasa nikmat atau apa pun itu, lalu mereka membawa daun beserta biji Tembakau tersebut ke daratan Eropa, karena sebelumnya tidak ada Bangsa yang mengenal Tembakau ini selain Bangsa Asli Amerika.


Saya tidak tahu pasti kapan pertama kali ibu saya membawa saya ke jalan raya. Entah itu waktu Ibu akan membawa saya ke bidan, entah itu waktu Ibu akan belanja ke pasar, entah itu waktu ibu akan berkunjung ke rumah nenek, entahlah. Dan saya juga tidak tahu waktu itu Ibu menggunakan kendaraan apa, entah memakai Mobil, Ojek, Andong, Becak, atau malah dengan jalan kaki?!, sudahlah, saya benar-benar tidak tahu. Tapi saya yakin yang pasti bukan waktu Ibu hendak menjual saya dengan memakai Baling-baling bambu.

Kadang saya sendiri suka merasa aneh, kenapa kok saya berpikir sampai kesana, mungkin karena jalanan sudah menjadi salahsatu hal yang paling berkesan. Sekarang, jalan raya sudah benar-benar menjadi ‘bagian’ dari jalan hidup saya, bukan karena saya ini seorang Sopir Angkot, Tukang ojek, pekerja proyek pembangunan jalan atau seorang POLANTAS, tapi karena beberapa hal yang paling manis, paling absurd dan paling menyakitkan dalam hidup saya terjadi di jalan raya.

Awalnya saya tidak terlalu banyak berurusan dengan jalan raya. Dulu yang namanya jalan raya hanya saya anggap sebagai salahsatu unsur penting dari peradaban modern, yang berfungsi sebagai tempat mondar-mandirnya kendaraan, udah segitu aja, tidak ada yang istimewa. Tapi semua itu berubah ketika saya untuk pertama kalinya punya motor sendiri.

Gambar: Google
Seseorang yang menjadi favorit saya untuk dijadikan lawan ngobrol adalah Ua ('Ua' merupakan panggilan untuk kakaknya Orang Tua dalam bahasa sunda). Saat ngobrol dengan saya, gaya bicara, bahasa yang digunakan, suasana cair yang diciptakannya selalu Ia sesuaikan dengan orang seumuran saya, sehingga saya tidak pernah merasa bosan dan tetap merasa nyaman ngobrol dengannya, sampai-sampai tanpa disadari saya bisa ngobrol berjam-jam dengannya, walaupun dengan topik pembicaraan yang cukup 'berat'. Selain itu, selalu saja ada hal baik yang bisa saya ambil dari setiap kata-katanya. Anyway, He's a cool old man :D.

Seperti saat saya terakhir kali mengunjungi rumahnya beberapa waktu lalu untuk bersilaturahmi. Seperti biasa kami ngobrol ngalor-ngidul  dengan semangat, maklum sudah hampir satu tahun saya berkunjung kerumahnya. Dalam kesempatan itu juga saya manfaatkan buat curhat soal rencana-rencana saya kedepan.

Ada satu cerita Ua yang membuat saya tertarik waktu itu. Ia bercerita tentang kisah perjalanan hidup seseorang yang Ia sebut sebagai Pak Haji. Jadi kurang lebih begini ceritanya:

Ketika aku masih tak punya apa-apa, ketika aku masih tak punya kuasa, ketika aku masih tak punya tenaga, kasih sayang orang lainlah yang membuatku bisa tetap bertahan.

Ketika aku masih disuapin makanan lembek bergizi tinggi, ketika aku masih punya senyum manis walau tanpa gigi, ketika aku masih dicebokin Orang Tua tanpa Ia merasa jijik, aku masih bisa tetap bertahan dengan kasih sayang mereka walau aku belum mengerti apa-apa.

Ketika aku mulai diajarkan cara bertahan, ketika aku mulai mengerti kasih sayang, sampai ketika aku mulai tahu cara membangkang, sekitarku berusaha membimbingku dengan kesederhanaan.

Kalo blog ini diibaratkan sebuah rumah, mungkin udah dijadiin basecamp-nya Spiderman. Jaring Laba-laba dimana-mana, saking ga keurusnya. Kalo ga ada temen saya yang bawelin blog ini, mungkin saya udah bener-bener lupa kalo saya punya blog hehe...

Saya iseng minta tolong sama dia untuk mengomentari blog saya, tapi komentarnya jangan yang bagus-bagus, dengan kata lain “tolong cela blog saya!!!”. Dan ternyata pertanyaan-pertanyaan dan pernyataa-pernyataannya cukup bikin nyesek dada ini. Sayangnya dia ga punya blog, jadi saya ga bisa mencela balik blog-nya dia hahaha...terkadang terasa tidak adil, tapi terima kasih sob udah ngingetin saya.

Nah dari kejadian itu saya akan mewawancarai diri saya sendiri, kali aja pertanyaan teman-teman tentang blog saya ini bisa terwakili. Aneh ya...?, ga apa-apa, saya memang aneh kok. Yo’ kita mulai!!!.

(Rudy) : Yang diwawancarai.
(Idur) : Yang mewawancarai.

‘Relize Your Crazy Idea...’, itu adalah salahsatu ungkapan yang terus terngiang setelah saya membaca satu artikel yang bertema Entrepreneurship. Mungkin berbeda dengan kebanyakan orang, saya memang selalu dibuat tertarik dengan tema Entrepreneurship ini. Menjadi Entrepreneur (Pengusaha) adalah salahsatu mimpi saya, terkadang terasa terlalu muluk-muluk sih..., tapi itulah mimpi dan saya tidak mau itu berakhir hanya sebagai mimpi.

Oke, kita kembali ke judul. Pernahkah terbersit ‘ide gila’ untuk mulai membuka usaha sendiri?, misalnya membuka Bisnis (maaf) membersihkan ‘poop’ anjing seperti yang dilakukan Matius Osborn (Ohio), Bisnis penjualan kacamata untuk anjing, Bisnis layanan internet/komunikasi di pedalaman, Bisnis kuliner berbahan dasar serangga di indonesia, atau apapun itu. Walaupun mungkin tidak se-ekstrim itu, saya yakin sebagian besar orang pernah memiliki ‘ide gila’ untuk memulai bisnis, tapi sangat sedikit orang yang berani mewujudkannya.

Jika saya membaca kisah/Biografi para Entrepreneur sukses, mereka memulai usaha dengan modal utamanya adalah punya mimpi, punya kemauan, tekad yang bulat, berani mengambil peluang dan resiko, lalu terus berjuang untuk merealisasikannya. Ya...memang harus begitu, seperti yang dilakukan Thomas Alva Edison, dia tetap berjuang ketika penemuan pertamanya (Telegrpahic Vote Recording Machine) dianggap penemuan yang paling tidak diinginkan di muka Bumi karena cara kerja alat tersebut yang sangat lambat. Kasihan ya Kakek Tom?!.

Dalam postingan kali ini saya ingin mengangkat hal yang lebih serius dari biasanya. Dilandasi ‘kegelisahan’ saya ketika membaca beberapa artikel blog sahabat dan beberapa forum yang mengangkat topik  tentang hal-hal yang berkaitan dengan keberagaman agama. Topik-topik yang diangkat disana begitu menarik, informatif dan bahkan inspiratif. Tapi yang membuat saya gelisah adalah hampir dari semua renponse terhadap topik yang membahas tentang agama ini ko’ cenderung mengarah pada tindakan rasis, yang justru membuat topik itu menjadi ajang ‘pertengkaran’ bahkan saling menghina antar etnis atau penganut (agama) satu sama lain. Harusnya kan ini dijadikan sebagai tempat bertukar pikiran atau berdiskusi, agar kita sebagai masyarakat yang hidup di negara yang memang penuh dengan perbedaan (etnis dan agama) ini bisa lebih saling mengerti dan saling menghargai satu sama lain.

Memang sih dalam satu tempat atau kesempatan pasti akan ada saja pihak yang memanfaatkan situasi untuk berusaha mem-provokasi keadaan, tapi tidak seharusnya juga kita menyikapinya secara frontal, karena itu justru akan menambah keruh situasi. Oke saya juga mengerti, siapa sih yang tidak sakit hati jika agamanya dihina oleh pihak lain?, jangankan anda, saya juga pasti akan berang ketika agama saya dihina, karena secara tidak langsung itu merupakan penghinaan terhadap saya sendiri. Nah jika itu terjadi pada kita, apakah kekerasan (secara verbal atau fisik) itu adalah satu-satunya cara menyelesaikan masalah?, tentunya tidak kan?, pasti ada cara yang lebih baik daripada sekedar ‘gontok-gontokan’.
Yup!!!, sepenggal kalimat pada judul postingan ini adalah merupakan judul lagu dari sebuah Grup Band Amerika beraliran Progressive Metal yang biasa dipanggil Dream Theater (1985). Lagu “The Spirit Carries On” ditulis oleh Jhon Petrucci (Guitar) dibantu oleh Kevin James LaBrie (Vocal), John Myung (Bass), Jordan Rudess (Keyboard) dan Mike Arie Portnoy (Drum).


Apa sih pentingnya lagu ini?, mungkin sebagian besar orang akan bertanya seperti itu. Baiklah, saya mau sedikit curhat disini. Saya yakin hampir setiap pribadi memiliki penilaian khusus tehadap salahsatu dari sekian banyak macam lagu. Penilaiannya sendiri bisa bermacam-macam, mulai dari terinspirasi oleh isi, Skill, instrumen, gaya bermusik atau performence dari lagu itu sendiri. It’s oke...itu adalah hak menilai masing-masing pribadi.

“The Spirit Carrien On” cukup berpengaruh terhadap diri saya, kenapa?, karena ini adalah salahsatu lagu  yang selalu ‘menemani’ ketika saya merasa ‘lelah’ saat dihadapkan pada banyak persoalan. Setelah mendengar lagu ini, biasanya saya mendapat sesuatu yang dapat membakar kembali semangat saya, mungkin karena isi lagu ini yang bercerita tentang semangat dan dibalut karakter musik  dengan suasana yang (bagi saya) sangat apik . Terasa berlebihan?, mungkin saja, tapi bagaimanapun kita harus tahu bagaimana cara menyemangati diri sendiri, dan inilah salahsatu cara saya.

Gambar: Arra
Berangkat dari kegelisahan terhadap diri saya sendiri dan orang-orang sekitar yang merasa begitu nyaman dengan tindakan copy-paste ini, mendorong saya untuk mengangkatnya pada postingan saya kali ini. Sebenarnya sudah saya bahas secara sekilas pada postingan saya sebelumnya yang berjudul Catatan Saat Malas beberapa waktu lalu, dan sekarang saya ingin membahasnya kembali secara lebih dalam disini.

Jujur, saya adalah salahsatu dari sebagian besar orang yang pernah melakukan tindakan copy-paste dalam mengerjakan tugas, dan saya akui cara yang satu ini memang cara yang paling menyenangkan. Banyak alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ini, mulai dari alasan menghemat waktu, menghemat tenaga, karena teralu banyak tugas, malas mencatat dan berfikir, dan yang paling parah adalah ikut-ikutan, toh yang lain juga copy-paste ... kompaknya salah posisi rupanya :D

Sekarang Internet sudah bukan ‘barang baru’ lagi, karena kini sudah banyak fasilitas atau gadget-gadget yang memudahkan masyarakat untuk meng-akses Internet. Ini merupakan hal yang sangat positif karena dengan begitu masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Tapi disisi lain, ternyata kehadiran internet juga berperan besar terhadap semakin meningkatnya budaya copy-paste ditengah masyarakat, khususnya dikalangan pelajar.

Gambar: Arra
Ya, menurut saya pribadi sih nulis itu memang menyenangkan, karena dengan menulis kita akan mandapat banyak hal. Sebagai contoh secara ‘fisik’, dengan kita mencurahkan pemikiran atau ilmu yang kita miliki pada sebuah tulisan, kita akan menghasilkan sebuah ‘karya’ nyata yang siapa tahu bisa bermanfaat untuk diri sendiri atau bahkan untuk pihak lain saat mereka membaca tulisan kita. Secara psikis, kita akan mendapat keuntungan berupa kepuasan batin, rasa senang karena kita bisa berbagi, rasa nyaman karena kita sanggup mengeluarkan uneg-uneg, apresiasi dari pihak yang ingin menghargai karya kita, kemampuan yang terus terasah, mendapat ilmu-ilmu yang belum pernah kita ketahui sebelumnya dan pastinya masih banyak lagi.

Kebiasaan membaca dapat menimbulkan keinginan seseorang untuk menulis. seseorang yang senang menulis pasti dia juga akan senang membaca, karena dia akan selalu bersemangat mencari hal-hal baru sebagai referensi tulisannya, sangat positif bukan?. Makanya Menulis dan membaca itu merupakan satu paket, walaupun tidak semua orang yang suka membaca itu pandai menulis. Ko jadi berasa sedang belajar Pelajaran Bahasa Indonesia ya?! Hehehe...sedikit nostalgia ga apa-apa lah :D.

Budaya membaca di Negara kita tercinta ini dinilai masih rendah, dan saya tidak suka dengan fakta yang satu ini. Memang sih kita tidak bisa menghakimi atau memaksa seseorang agar mau membaca, tapi saya yakin semua orang berpotensi untuk memiliki kebiasaan membaca, dan keinginan itu harus timbul dari diri sendiri bukan karena paksaan pihak lain.


Gambar: Arra
Baiklah saya harus akui, biasanya saya selalu mendapatkan mood untuk ‘menulis malas’, tapi beberapa hari terakhir ini saya berada dalam kondisi ‘malas menulis’. Sebenarnya sih sudah ada beberapa referensi ide tulisan di otak saya, tapi ya itu tadi karena malas menulis akhirnya hanya jadi asa terpendam saja :D.

Oke...oke...saya akan mencoba untuk membela diri. Seminggu terakhir ini saja saya harus beberapa kali pergi ke luar kota karena ada beberapa urusan yang harus saya selesaikan, sehingga beberapa hal yang menjadi tugas saya agak tertunda. Tampak seperti orang sibuk ya?, padahal engga’ juga sih hehe...buktinya saya masih punya waktu dua sampai tiga jam untuk tidur siang, walaupun selanjutnya saya baru bisa tidur lagi dini hari nanti karena harus mengerjakan beberapa tugas yang tertunda tadi. Walaupun sebenarnya kurang baik untuk kesehatan, tapi bagi saya mengerjakan tugas pada malam hari itu terasa lebih tenang, bebas berisik terganti dengan suara jangkrik.


Gambar: Arra
Sudah hampir pukul dua puluh tiga tiga puluh. Ugghh...sudah malam seperti ini perutku malah teriak-teriak minta diisi. Saya punya ide!!!, pergi ke dapur dan cari sesuatu yang mungkin bisa dimakan. Hmm...jika dibilang ide terasa berlebihan deh, karena semua orang juga tahu harus begitu hihihi...!!!. Ahh, ternyata hanya ada makanan sisa tadi siang. Lalu saya lihat stock makanan kecil di lemari rahasia, dan bagaikan Kota Tomioka, lemari rahasiaku pun bersih tak berpenghuni karena terkena dampak ledakan nafsu makan ku beberapa hari yang lalu (hallahh!!!).

Baiklah, saya harus bertahan hidup, dan saya putuskan untuk pergi membeli makanan di suatu tempat. Setelah saya mencari-cari sesuatu yang sanggup merangsang nafsu makan saya, didapatilah sebuah tenda sederhana yang menjual Nasi goreng, dan saya anggap itu adalah pahlawan penyelamat hidup saya :D.

Saya masuk kesana, dan terlihat seorang wanita setengah baya dengan wajah mengkilap dan lengan baju tangan panjangnya yang dilipat sebatas sikut, Ia terlihat begitu sibuk menggoreng nasi untuk dua orang pelanggannya yang sedang duduk menunggu diatas kursi pelastik tanpa sandaran. Melihat situasi seperti itu, saya tidak ingin terburu-buru mengatakan pesanan saya sampai ibu itu menyelesaikan tugasnya. Dan komentar untuk diri saya waktu itu adalah ‘...tumben?!’, karena biasanya begitu masuk, saya langsung menyerang sang penjual dengan semua pesanan saya hehe...!


Gambar: Google
Tiba-tiba saja saya ingin menarik satu kesimpulan tentang yang saya pikirkan dihari ini. Dan saya merasa harus menulisnya disini. Semua tentang sekitarku dulu, dan sekarang.

Masa kanak-kanak saya habiskan di sebuah kota kecil yang merupakan tempat kelahiran saya. Daerah tempat saya tinggal saat itu adalah perkampungan yang terbilang masih sangat alami, makanya saya tumbuh sebagai anak kampung yang sangat akrab dengan alam. Sawah, kali, kebun, kolam adalah lahan bermain kami yang luas dan tak pernah membosankan. Kami tumbuh dalam keluguan alam yang cenderung apa adanya.

Orang-orang yang ada disekitarku saat itu termasuk orang-orang yang masih sangat memegang adat istiadat setempat. Pola fikir yang masih tradisional dan masih terkesan tabu dengan hal-hal yang bersifat modern. Tapi bukan berarti kami tidak mengenal moderenisasi, hanya mungkin lingkungan kami yang tidak terlalu memberi perhatian lebih pada perkembangan zaman.

Rasa kepedulian yang sangat tinggi pada sesama adalah salahsatu sifat yang terpancar pada kehidupan disana. Kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial kerap diselenggarakan oleh para Pemuda. Mulai dari Olahraga, kesenian, kemasyarakatan, hingga kepedulian sosial. Sebagai bocah kampung yang lugu, kami selalu diikutsertakan dalam semua kegiatan itu, dan disanalah kami belajar tentang rasa menghargai dan dihargai sebagai bagian dari masyarakat.


Gambar: Arra
Saat masih kanak-kanak kita selalu bermimpi untuk bisa segera bersekolah. Setelah lulus sekolah/kuliah, kita akan berharap dan berusaha keras untuk segera mendapat pekerjaan. Urus sana sini menyusun surat lamaran pekerjaan. Lalu masuk kantor itu ini berharap ada tempat yang bersedia menggunakan jasa kita. It’s oke..., itu adalah bagian dari proses untuk mendapatkan hal yang kita inginkan.

Setelah kita berhasil mendapatkan pekerjaan, kita akan merasa itu adalah hal yang terindah, terlebih jika pekerjaan itu sesuai dengan keinginan kita. Seakan semua perjuangan yang kita jalani selama ini telah berakhir, dan saatnya menuai hasil dari jerih payah kita.

Tapi sesungguhnya “pertempuran” baru saja dimulai, karena dunia kerja adalah perjuangan sesungguhnya dalam sebuah perjalanan karir. Dedikasi, kontribusi, Improfisasi, Realisasi, Progresifitas, Kreatifitas, Inisiatif dan hal-hal lain yang bersifat membangun adalah mutlak harus selalu diutamakan.

Dalam perjalanan karir, kita akan mendapat hal baru yang bisa kita ambil sebagai pelajaran positif untuk diri kita, tapi akan sangat banyak pula tantangan atau masalah yang akan kita dapatkan. Saat masalah yang datang itu masih bisa kita atasi, maka kita akan menganggap itu sebagai pelengkap dari perjalanan. Tapi jika waktunya masalah yang datang terasa begitu berat dan sangat sulit untuk diselesaikan, maka itu akan menjadi mimpi buruk yang akan setia merusak hari-hari kita yang seharusnya indah.


Gambar: Arra
“Tununununutt...Tununununutt...Tununununut...” kurang lebih begitulah bunyi telepon di rumah saya. “Hallo...!” sapa saya dengan kata yang paling standar saat mengankat telepon. “Ndi...bisa tolong anterin Nenek ke dokter sekarang???” rupanya Nenek ku. “Iya Nek,  aku segera meluncur!!!” jawab saya. Berhubung mobil belum punya, manfaatkan yang ada saja deh...Motor...:D. Just for safety riding tak lupa kupakai jaket dan kubawa dua buah Helm standard SNI, yang satu dipasang di kepala saya sendiri, yang satu lagi saya tenteng saja (Ya iyya laah...ga’ mungkin banget kan kalo dipake dua-duanya??!!).

Sebelum Nenek ku naik ke motor, saya beri dia pertanyaan dulu “Nek, helm-nya mau dipake  sekarang?”, Spontan ia balik bertanya “Bakal ada Polisi ga’ ya???”. “Setau saya sih jalan yang bakal kita gunain sekarang ga pernah dijaga Polisi Nek...!!!” jawab saya dengan alis terangkat. Lalu dengan santainya Nenek ku menjawab “Oo kalo begitu ga usah pake helm deh, toh ga ada Polisi yang jaga ko’!!!”.  Oke...masalah selesai, intinya saya tidak mau melawan orang tua hehehe. Saya pernah mencoba memberi pertanyaan tentang helm kepada orang-orang tanpa melihat umur, jawaban sebagian besar dari merekapun senada dengan jawaban Nenek saya barusan..."karena Polisi".

Absurd...itu yang ada dalam pikiran saya disepanjang perjalanan menuju tempat praktek Dokter. Merasa seperti itu karena saya telah mendengar untuk kesekian kalinya satu jawaban yang menurut saya merupakan jawaban paling fenomenal atas sebuah pertanyaan sekarang ini. Hehe...berlebihan memang, tapi akan lebih berlebihan lagi jika alasan memakai helm karena takut oleh Polisi, Apa itu...apa coba...APA...??!!. Maaf bukannya marah-marah, Cuma emosi.

Duduk diatas kursi empuk yang nyaman menghadap keyboard dan monitor dengan PC dalam kondisi ready to use terhubung ke Internet. Oke, ini sudah lebih dari cukup untuk mulai typing. "Tapi...mau nulis apa ya???". Sumpah...itu adalah salah satu moment paling memuakkan,ga' penting sekaligus menggelikan dalam hidup saya.

Beberapa kali saya pernah mengalami moment seperti diatas. Ketika mempunyai waktu luang dan dengan sengaja mencari ide untuk bahan tulisan, tapi itu tak pernah berhasil. Saya hanya terdiam dengan pandangan yang ga jelas, pikiran saya melayang mencari sesuatu yang dinilai menarik untuk diceritakan. Parahnya proses itu bisa berjalan berpuluh menit hingga mendekati hitungan jam. Dan karena otak yang diajak bekerja keras, pada akhirya climax pada tingkat frustrasi. "Haaah ngga' banget deh...!!!".

Gambar: Google
Keadaan begitu terbalik ketika saya tidak sedang berada diatas kursi empuk dan berhadapan dengan monitor. Terkadang saat saya sedang berkendara, sedang berjalan di trotoar, sedang mandi, sedang nganter pacar belanja, bahkan saat saya sedang boker dan ada lagi, justru pada moment-moment itulah saya mendapatkan hal menarik untuk dijadikan 'bahan'. Karena kondisi dan situasi yang tidak memungkinkan untuk segera mengembangkanya menjadi satu karya, saya pun harus rela menyimpan hasrat saya.

Yup!!!, waktu luang pun kembali saya dapatkan. Ini adalah kesempatan untuk menuangkannya pada sebuah tulisan. Tapi...hal menarik yang saya simpan tadi terasa sudah tidak menarik lagi!. Lho...lho...lho...ada apa ini???. Mood saya sudah tidak mendukung niat yang sudah dirancang beberapa waktu yang lalu. Dan sudah bisa ditebak bagaimana ending-nya.

Dari sana saya mulai tergelitik untuk menarik kesimpulan.
Saat sedang berjalan hendak pulang, saya lewat di depan satu gedung yang sedang digunakan untuk sebuah acara resepsi pernikahan. Perhatianku tiba-tiba ter-fukus pada orang-orang yang sedang berada disana. Terlihat banyak hal yang mereka lakukan, ngobrol, tertawa, makan, minum, berjalan, sibuk dengan BB-nya dan ada lagi deh pokonya. 

Tapi ada satu hal yang membuatku merasa pantas untuk penasaran...'jabat tangan'...yahh itu dia!!!. Satu hal yang sudah sangat lumrah, sudah sangat biasa saya lihat, sudah sangat biasa saya lakukan dan bukan sesuatu yang aneh. Tapi ko' waktu itu reaksi otakku berbeda, saat melihatnya tiba-tiba ada yang membuat 'geli' untuk menelusuri asal-usulnya. Saya mulai bertanya-tanya "Siapa ya yang pertama kali melakukan jabat tangan...?, Kenapa ko' harus saling meremas tangan...?, kenapa harus dengan tangan kanan...?, Kenapa harus dengan semua itu, ga'